LAPORAN HASIL OBSERVASI IMPLEMENTASI PENDIDIKAN PAULO FREIRE DI SMPN 26 BANJARMASIN

 

LAPORAN HASIL OBSERVASI IMPLEMENTASI PENDIDIKAN

PAULO FREIRE DI SMPN 26 BANJARMASIN

  

Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas pada mata kuliah

Pengantar Pendidikan

 


 

Dosen Pengampu:

Prof. Dr. H. Hamsi Mansur, M.M.Pd.

Eka Oktaviani, M.Pd.

 

Disusun oleh:

Khairunnisa

(NIM 2310117220028)

 


PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

2023


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT. Yang Maha Pengasih Maha Penyayang. Penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah menganugrahkan segala nikmat, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan observasi ini guna memenuhi tugas Ujian Akhir Semester (UAS) pada mata kuliah Perkembangan Peserta Didik dengan judul “Laporan Hasil Observasi Implementasi Pendidikan Paulo Freire di SMPN 26 Banjarmasin”. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada jujungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, yang selalu dinantikan Syafaatnya hingga Yaumil Qiyamah.

Atas dukungan moral dan materil yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. H. Hamsi Mansur, M.M.Pd. dan Ibu Eka Oktaviani, M.Pd. selaku dosen Mata Kuliah Pengantar Pendidikan dan penulis ucapkan terima kasih pula kepada semua pihak yang telah bersedia membantu sehingga laporan ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Penulis menyadari laporan ini tentu masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran yang membangun dari para pembaca agar penulis dapat memperbaiki makalah ini. Semoga makalah hasil observasi ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi kita semua.

                                                                       

 

           

                                                            Banjarmasin, 11 Desember 2023

  

                                                            Penulis           

                                                                                                                                    Khairunnisa

 

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.. i

DAFTAR ISI. ii

BAB I PENDAHULUAN.. 1

1.1        Latar Belakang. 1

1.2        Rumusan Masalah. 3

1.3        Tujuan. 4

BAB II LANDASAN TEORI. 5

2.1       Definisi Kurikulum.. 5

2.2       Perkembangan Kurikulum di Indonesia. 6

2.3       Kebijakan Full Day School 10

2.3.1    Definisi Full day School 10

2.3.2    Faktor yang Melatarbelakangi Full Day School 11

2.4       Biografi Paulo Freire. 12

2.5       Definisi Pendidikan Menurut Paulo Freire. 13

2.6       Relevansi Kurikulum dengan Konsep Pendidikan Paulo Freire. 15

2.6.1  Relevansi Kurikulum 2013 (K-13) dengan Konsep Pendidikan  Paulo Freire  15

2.6.2  Relevansi Kurikulum Merdeka Belajar dengan Konsep Pendidikan Paulo Freire  16

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN.. 18

3.1       Jenis Penelitian. 18

3.2       Tempat dan Waktu Penelitian. 19

3.3       Teknik Pengumpulan Data. 19

3.4       Subjek Penelitian. 19

3.5       Sumber dan Jenis Data. 21

BAB IV HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN.. 22

4.1       Informasi Sekolah

4.1.2 Visi-Misi SMP Negeri 26 Banjarmasin. 22

4.1.3  Struktur Organisasi SMP Negeri 26 Banjarmasin. 23

4.1.4  Keadaan Gedung SMP Negeri 26 Banjarmasin. 25

4.1.5  Keadaan Lingkungan Sekolah. 26

4.1.6  Identitas Narasumber Wawancara. 28

4.2       Hasil dan Pembahasan. 29

4.2.1    Relevansi Konsep Pendidikan Paulo  Freire di SMP Negeri 26   Banjarmasin  29

4.2.2  Faktor Implementasi Konsep Pendidikan Paulo  Freire di SMP Negeri 26 Banjarmasin  30

4.2.3   Penerapan Sistem Full Day School di SMP Negeri 26 Banjarmasin. 32

4.2.4   Relevansi Kurikulum dengan Konsep Pendidikan Paulo Freire di SMP Negeri 26 Banjarmasin  34

BAB V.. 36

PENUTUP. 36

5.1       Kesimpulan. 36

5.2       Saran. 37

DAFTAR PUSTAKA.. 38

LAMPIRAN.. 40

 

 



BAB I

PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang

Pendidikan memiliki peran krusial dalam membentuk kehidupan manusia, dan perubahan dalam sistem pendidikan menjadi suatu keniscayaan menghadapi dinamika perkembangan zaman. Pendidikan di Indonesia sendiri telah mengalami transformasi yang signifikan, melibatkan berbagai aspek penting seperti kurikulum, metode pengajaran, dan tuntutan global terhadap kualitas lulusan. Meskipun demikian, perubahan ini tidak selalu mencerminkan pemahaman mendalam terhadap tantangan pendidikan saat ini.

Salah satu isu yang sering muncul adalah adanya ketidaksesuaian antara perubahan yang diinginkan dengan realitas di lapangan. Terkadang, pendidikan dianggap hanya sebagai alat untuk membentuk generasi sesuai dengan harapan masyarakat, dan hal ini mengakibatkan kurangnya ruang gerak bagi peserta didik dalam pengembangan diri mereka. Pendidikan terkadang menjadi terlalu sentralistik, dengan sekolah dianggap sebagai lembaga yang hanya memenuhi kepentingan negara.

Pendidikan di Indonesia terus mengalami perkembangan dan transformasi dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran. Salah satu pendekatan yang menjadi perhatian adalah pendekatan Paulo Freire, seorang pendidik dan filsuf asal Brasil yang mengemukakan teori pendidikan kritis dan pembebasan. Paulo Freire menekankan konsep pendidikan sebagai alat pembebasan, di mana siswa tidak hanya sebagai objek, tetapi juga sebagai subjek yang aktif dalam proses pembelajaran.

Agar manusia dapat bertindak atau berbuat demikian, maka tiap individu harus berusaha memperoleh pengetahuan yang benar berkaitan dengan keberadaan segala sesuatu yang ada, caranya yaitu mereka harus melakukan proses berpikir untuk mengetahui apa, darimana, dan bagaimana tujuan dari keberadaan tersebut. Berdasarkan makna dan hakikat filsafat, maka sejatinya pendidikan memiliki peran untuk membangun filsafat hidup manusia, agar dapat dijadikan sebagai petunjuk dan pedoman dalam menjalani kehidupan, agar dapat berjalan dengan baik dan teratur (Abdillah, 2017).

Pada masa sekarang, SMPN 26 Banjarmasin telah mengadopsi dua kurikulum utama, yaitu Kurikulum 2013 (K-13) dan Kurikulum Merdeka. Kurikulum 2013 merupakan kurikulum nasional yang dikembangkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Sementara itu, Kurikulum Merdeka adalah upaya pemerintah untuk memberikan keleluasaan kepada sekolah dalam pengembangan kurikulum sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan peserta didik.

Dalam konteks inilah, Paulo Freire muncul sebagai tokoh yang kritis terhadap pendidikan yang bersifat doktriner dan dogmatis. Melalui konsep pendidikan kritis progresif, Freire mengajukan pandangan bahwa pendidikan seharusnya menjadi sarana pembebasan, bukan hanya penumpukan pengetahuan. Konsep "banking concept of education," di mana siswa dianggap sebagai depositories dan guru sebagai depositor, dianggap oleh Freire sebagai dehumanisasi.

Untuk itu sekolah harusnya tidak hanya menciptakan proses pembelajaran yang menjadikan siswa sebagai objek dari penyampaian materi yang disampikan oleh guru, tanpa diberikan kebebsan untuk melakukan proses refleksi dan koreksi atau bahkan kritis terhadap apa yang disampaikan oleh guru (Maufur, 2009). Karena hal itu akan sangat berdampak pada sikap dan perilaku kritis siswa dalam melihat dan menafsirkan fenomena kesenjangan sosial yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Sekolah mestinya menjadikan peserta didik sebagai subjek yang bebas sehingga dapat menemukan sendiri pengetahuannya serta dapat meningkatkan kesadaran kritisnya dalam kehidupan sehari-hari (Suardi, 2018).

Namun, implementasi konsep pendidikan menurut Paulo Freire masih menjadi perdebatan di dunia pendidikan Indonesia. Dalam konteks ini, laporan observasi ini bertujuan untuk memberikan gambaran mendalam tentang bagaimana konsep pendidikan Paulo Freire diimplementasikan di sebuah sekolah menengah pertama di tingkat lokal. Melalui identifikasi, analisis, dan tanggapan terhadap kebutuhan pendidikan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi penting dalam pemahaman lebih lanjut tentang dampak nyata implementasi konsep pendidikan Paulo Freire terhadap proses belajar-mengajar di lembaga tersebut. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan untuk perubahan yang lebih progresif dalam sistem pendidikan di Indonesia.

Melihat keunikan dan keberagaman pendekatan pendidikan yang dipelopori oleh Paulo Freire, implementasinya di SMPN 26 Banjarmasin menjadi hal yang menarik untuk diamati. Pendidikan Paulo Freire menitikberatkan pada pendekatan kritis dan partisipatif, yang berpotensi memberikan dampak signifikan terhadap kemampuan kritis, kreatif, dan komunikatif siswa. Oleh karena itu, penulis melakukan observasi guna menganalisis bagaimana Pendidikan Paulo Freire diimplementasikan di SMPN 26 Banjarmasin, khususnya dalam konteks kurikulum K-13 dan Kurikulum Merdeka.

 

1.2     Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka masalah yang akan diteliti dalam observasi ini dapat dinyatakan secara umum dengan rumusan sebagai berikut. “Bagaimana implementasi pendekatan Pendidikan Paulo Freire di SMPN 26 Banjarmasin, dengan mengadopsi Kurikulum 2013 (K-13) dan Kurikulum Merdeka, memengaruhi kualitas pembelajaran dan perkembangan kritis, kreatif, serta komunikatif siswa?”

Adapun rumusan masalah yang akan diteliti dalam observasi ini secara khusus dinyatakan sebagai berikut.

1.                     1. Bagaimana konsep pendidikan menurut Paulo Freire diaplikasikan dalam proses pembelajaran di             SMPN 26 Banjarmasin?

2.                    2. Bagaimana adaptasi pendekatan Pendidikan Paulo Freire terhadap Kurikulum 2013 (K-13) di                 SMPN 26 Banjarmasin?

3.                   3. Bagaimana pendekatan Pendidikan Paulo Freire diintegrasikan dengan Kurikulum Merdeka di                 SMPN 26 Banjarmasin?

 

1.3     Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan observasi ini adalah untuk mengetahui implementasi pendekatan Pendidikan Paulo Freire di SMPN 26 Banjarmasin, dengan mengadopsi Kurikulum 2013 (K-13) dan Kurikulum Merdeka, dalam memengaruhi kualitas pembelajaran dan perkembangan kritis, kreatif, serta komunikatif siswa. Laporan ini juga dibuat guna memenuhi tugas individu Ujian Akhir Semester pada mata kuliah Pengantar Pendidikan. Adapun tujuan khusus observasi ini sebagai berikut.

  1.      Untuk menganalisis konsep pendidikan menurut Paulo Freire diaplikasikan dalam proses pembelajaran di SMPN 26 Banjarmasin.
  2.        Untuk mengetahui adaptasi pendekatan Pendidikan Paulo Freire terhadap Kurikulum 2013 (K-13) di SMPN 26 Banjarmasin.
  3.       Untuk mengetahui adaptasi pendekatan Pendidikan Paulo Freire diintegrasikan dengan Kurikulum Merdeka di SMPN 26 Banjarmasin.


 

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1     Definisi Kurikulum

Kurikulum secara etimologis berasal dari bahasa Yunani yaitu curir yang berarti pelari dan curare yang berarti tempat berlari. Selain itu, istilah kurikulum berasal dari dunia olahraga zaman Romawi di Yunani, yang dapat diartikan sebagai jarak. Jarak disini maksudnya jarak yang harus ditempuh pelari dari start sampai finish (Bahri, 2017).

Menurut S. Nasution (1989), kurikulum merupakan suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses belajar mengajar di bawah bimbingan dan tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajaran. Selanjutnya Nasution menjelaskan sejumlah ahli teori kurikulum berpendapat bahwa kurikulum bukan hanya meliputi semua kegiatan yang direncanakan melainkan peristiwa-peristiwa yang terjadi di bawah pengawasan sekolah. Jadi selain kegiatan kurikulum yang formal yang sering disebut kegiatan ko-kurikuler atau ekstra kurikuler (co-curriculum atau ekstra curriculum).

Kurikulum dijadikan sebagai posisi strategis yang berada secara umum yang terdiri dari visi, misi, tujuan, dan pedoman dari pendidikan tersebut.Sifat kurikulum yang dinamis sehingga akan mengalami perubahan secara fleksibel dan futuristic (Madhakomala, 2022).

Menurut Abdul Majid (2014) dalam bukunya, Kurikulum terdapat tiga konsep yakni; Kurikulum sebagai substansi, kurikulum sebagai sistem dan kurikulum sebagai bidang studi.  

1.      Kurikulum sebagai substansi. Suatu kurikulum dipandang sebagai suatu rencana kegiatan belajar bagi siswa di sekolah, atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai. Suatu kurikulum juga dapat diartikan suatu dokumen yang berisi rumusan tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar mengajar, jadwal dan evaluasi.

2.      Kurikulum sebagai sistem, yaitu sistem kurikulum. Sistem merupakan bagian dari sistem persekolahan, sistem pendidikan. Suatu sistem kurikulum mencakup suatu sistem personalia, dan prosedur kerja bagaimana cara agar dapat menyusun suatu kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi, dan menyempurnakannya. Hasil dari suatu sistem kurikulum adalah tersusunnya satu kurikulum, dan fungsi dari sistem kurikulum adalah bagaimana memelihara kurikulum agar tetap dinamis.

3.      Kurikulum sebagai studi, yaitu kurikulum dapat menjadi bidang ahli suatu kajian atau ahli pendidikan yang bertujuan mengembangkan ilmu pengetahuan mengenai kurikulum serta sistem kurikulum yang berlaku (Fujiawati dalam Madhakomala, 2016).

 

2.2     Perkembangan Kurikulum di Indonesia

Kurikulum di Indonesia telah mengalami perubahan sejak Kemerdekaan Indonesia, secara keseluruhan Pancasila merupakan panduan dalam perumusan kurikulum. Sejarah mencatat dimulai dari 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006 serta yang terbaru 2013. Berikut akan dipaparkan mengenai perkembangan kurikulum di Indonesia.

1.      Kurikulum 1947 (Ieer Plan)

Pancasila sebagai Azas Pendidikan, Kurikulum ini merupakan tonggak pertama masa kemerdekaan Indonesia. Pancasila dijadikan azas pendidikan. Diperkenalkan pada 1950.

2.      Kurikulum 1952 (Rencana Pelajaran Terurai 1952)

Pengembangan dari Kurikulum 1947, merupakan penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya. Menekankan pengaitan rencana pelajaran dengan kehidupan sehari-hari.

3.      Kurikulum 1964 (Rencana Pendidikan 1964)

Fokus pada pengetahuan akademik untuk pendidikan dasar. Pendidikan berpusat pada Pancawardhana yang melibatkan lima kelompok bidang studi.

4.      Kurikulum 1968

Pembinaan Jiwa Pancasila, munculnya orientasi baru sesuai dengan perubahan UUD 1945. Tujuannya adalah membentuk manusia pancasila sejati dengan penekanan pada kecerdasan, keterampilan, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama.

5.      Kurikulum 1975

Satuan Pelajaran dan MBO, pengenalan konsep Satuan Pelajaran, menekankan efisiensi dan efektivitas berlandaskan pada MBO (management by objective).

6.      Kurikulum 1984 (Kurikulum CBSA)

Process Skill Approach, menekankan pada proses belajar siswa dan dikenal dengan "Kurikulum 1975 yang disempurnakan." Siswa sebagai subjek belajar dengan pendekatan CBSA.

7.      Kurikulum 1994

Caturwulan dan Pemahaman Konsep, mengubah sistem semester menjadi caturwulan. Fokus pada pemahaman konsep dan keterampilan pemecahan masalah.

8.      Kurikulum 2004 (KBK)

Kurikulum Berbasis Kompetensi, menitikberatkan pada pengembangan kompetensi siswa, orientasi pada hasil, dan pengalaman belajar bermakna.

9.      Kurikulum 2006 (KTSP)

Kebebasan Guru, memiliki kesamaan dengan Kurikulum 2004, namun memberikan lebih banyak kebebasan kepada guru dalam perencanaan pembelajaran.

10.  Kurikulum 2013

Kurikulum 2013 disiapkan untuk mempersiapkan generasi yang siap untuk menghadapi masa depan serta mengantisipasi perkembangan masa depan. Tujuan dari Kurikulum 2013 adalah untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemapuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang berimanan, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia (Yunailis, 2019). Objek yang menjadi pembelajaran dalam kurikulum 2013 menekankan pada fenomena alam, sosial, seni, dan budaya. Sehingga siswa diharapkan memiliki kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang lebih baik, lebih kreaif, inovatif, dan lebih produktif. Kurikulum 2013 ini merupakan lanjutan pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang dirintis pada tahun 2004 yang mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, serta keterampilan secara terpadu.

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 36 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 59 Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah halaman 3 dijelaskan karakteristik Kurikulum 2013 sebagai berikut.

1)      Mengembangkan keseimbangan antara sikap spiritual dan sosial, pengetahuan, dan keterampilan, serta menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan masyarakat;

2)      Menempatkan sekolah sebagai bagian dari masyarakat yang memberikan pengalaman belajar agar peserta didik mampu menerapkan apa yang dipelajari di sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar;

3)      Memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai sikap, pengetahuan, dan keterampilan;

4)      Mengembangkan kompetensi yang dinyatakan dalam bentuk kompetensi inti kelas yang dirinci lebih lanjut dalam kompetensi dasar mata pelajaran;

5)      Mengembangkan kompetensi inti kelas menjadi unsur pengorganisasi (organizing elements) kompetensi dasar. Semua kompetensi dasar dan proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam kompetensi inti;

6)      Mengembangkan kompetensi dasar berdasar pada prinsip akumulatif, saling memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antarmata pelajaran dan jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal).

11.  Kurikulum Merdeka

Berdasarkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), kurikulum merdeka belajar merupakan kebijakan yang ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (KEMENDIKBURISTEK) diberikan kepada satuan pendidikan sebagai langkah tambahan digunakan dalam rangka pemulihan pembelajaran pada waktu tahun 2022-2024.

Menurut (KEMENDIKBURISTEK, 2022), kurikulum yang berlaku di Indonesia sering dipandang kaku dan terfokus pada konten. Tidak banyak kesempatan tersedia untuk betul-betul memahami materi dan berefleksi terhadap pembelajaran. Isi kurikulum juga dianggap terlalu teoritis, sulit bagi guru untuk menerjemahkannya secara praktis dan operasional dalam materi pembelajaran dan aktivitas kelas. Salah satu perubahan yang diusung dalam kebijakan Merdeka Belajar adalah terjadi pada kategori kurikulum. Dalam hal pedagogi, Kebijakan Merdeka Belajar akan meninggalkan pendekatan standarisasi menuju pendekatan heterogen yang lebih paripurna memampukan guru dan murid menjelajahi khasanah pengetahuan yang terus berkembang.

Berikut perbedaan yang diperoleh pada Kurikulum Merdeka Belajar dengan Kurikulum sebelumnya yang berlaku pada jenjang SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi:

1)      Jenjang SD Pada kurikulum merdeka belajar, penerapannya pada penggabungan mata pelajaran IPA dan IPS menjadi satu yaitu “Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial) dan menjadikan mata pelajaran Bahasa Inggris yang awalnya berupa mata pelajaran pokok menjadi mata pelajaran pilihan.

2)      Jenjang SMP Pada kurikulum merdeka belajar, penerapan mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang awalnya berupa mata pelajaran pilihan, maka menjadi mata pelajaran wajib yang harus dimiliki oleh semua jenjang SMP.

3)      Jenjang SMA/SMK Pada kurikulum merdeka belajar, tidak ada lagi peminatan seperti IPA,IPS, atau Bahasa. Lalu di jenjang SMK model pembelajaran yang didesain lebih sederhana berupa 70% mata pelajaran kejuruan dan sisanya mata pelajaran umum. Tidak hanya itu pada jenjang SMA/SMK masa pendidikan siswa dituntut untuk dapat menghasilkan produk berupa esai ilmiah seperti halnya mahasiswa yang menyelesaikan tugas akhir berupa skripsi. Hal itu diperuntukkan untuk para siswa agar mampu berpikir kritis, ilmiah dan analitis.

4)      Perguruan Tinggi Pada kurikulum merdeka belajar, mahasiswa diberikan kesempatan terbuka untuk mempelajari banyak hal sesuai dengan minatnya tanpa terbatasi oleh program studi yang ditempuh. Hal tersebut dapat dilaksanakan dengan beberapa cara seperti magang, pertukaran mahasiswa, penelitian, wirausaha, KKN atau projek-projek independent.

Dengan menekankan sentralitas pembelajaran siswa, kurikulum yang terbentuk oleh Kebijakan Merdeka Belajar akan berkarakteristik fleksibel, berdasarkan kompetensi, berfokus pada pengembangan karakter dan keterampilan lunak, dan akomodatif terhadap kebutuhan DU/DI.

 

2.3     Kebijakan Full Day School

2.3.1    Definisi Full day School

Full day school merupakan salah satu dari kebijakan Pendidikan yang ditetapkan oleh Menteri Mendikbud Muhadjir Effendy, tertuang pada peraturan pemerintah Nomor 23 Tahun 2017. Full day school bisa dikatakan sebagai program sekolah yang dilakukan selama sehari penuh yang dimulai dari pukul 07.00 sampai 16.00 WIB. Dalam pasal 2 ayat 1 Pemendikbud No.23 tahun 2017 menyebutkan bahwa dalam pembelajaran full day school dilaksanakan selama delapan jam dalam satu hari atau 40 jam dalam satu minggu. Dilanjutkan pada pasal 5 ayat 1 disebutkan bahwa hari sekolah digunakan bagi peserta didik untuk melaksanakan kegiatan intrakurikuler, kokurikuler dan ekstrakurikuler. Sementara itu, penerapan full day school bertujuan guna membentuk karakter peserta didik sesuai dengan nilai-nilai yang tertulis di UUD 1945, seperti integritas, mandiri, nasionalis, gotong royong dan religious (Setyawan, 2021).

Full day school adalah salah satu karya cerdik para pemikir dan praktisi pendidikan untuk mensiasati minimnya kontrol orang tua terhadap anak di luar jam-jam sekolah formal sehingga sekolah yang awalnya dilaksanakan 5 sampai 6 jam berubah menjadi 8 bahkan sampai 9 jam (Baharum, 2018).

2.3.2    Faktor yang Melatarbelakangi Full Day School

Menurut (Sujianto, 2015), sebagaimana dikutip oleh (Siregar, 2017), beberapa faktor yang melatarbelakangi munculnya tuntutan full day school antara lain:

1)      Minimnya waktu orang tua di rumah berinteraksi dengan anak dikarenakan kesibukan dari tuntutan pekerjaan.

2)      Meningkatnya single parents dan banyaknya aktifitas orang tua yang kurang memberikan perhatian pengawasan dan keamanan, serta kenyamanan terhadap segala tuntutan kebutuhan anak, terutama bagi anak usia dini.

3)      Perlunya formulasi jam tambahan keagamaan bagi anak dikarenakan minimnya waktu orang tua bersama anak.

4)      Peningkatan kualitas pendidikan sebagai sebuah alternatif solusi terhadap berbagai permasalahan kemerosotan bangsa, terutama akhlak.

5)      Semakin canggihnya dunia komunikasi, membuat dunia seolah-olah tanpa batas (borderless world) yang dapat mempengaruhi perilaku anak jika tidak mendapat pengawasan dari orang dewasa.

 

2.4     Biografi Paulo Freire

Paulo Reglus Neves Freire, dikenal sebagai "Bapak Pendidikan Kritis," adalah seorang filsuf dan pendidik Brasil yang lahir pada 19 September 1921 di Recife, Brasil bagian timur laut. Freire dikenal atas kontribusinya dalam mengembangkan teori pendidikan kritis dan partisipatif, khususnya melalui karyanya yang terkenal, "Pendidikan Kaum Tertindas." Freire diakui sebagai ikon perjuangan untuk pendidikan yang memerdekakan dan memberdayakan kaum miskin.

Dengan latar belakang sebagai seorang pengacara dan pengalaman penjara selama rezim militer Brasil, Freire membawa pengaruh besar terhadap dunia pendidikan global. Menurutnya, sistem pendidikan yang ada tidak memihak rakyat miskin dan justru menjadi alat penindasan. Freire menegaskan perlunya menghapus sistem yang ada dan menggantinya dengan sistem yang lebih mengutamakan kaum miskin (Mansyur, 2014).

Freire lahir dari orang tua yang diakui sebagai berbudi pekerti baik, cakap, dan mampu menumbuhkan rasa cinta sesama. Meskipun mengalami masa kecil sulit akibat krisis ekonomi, Freire tetap menantikan kesempatan untuk melanjutkan ke sekolah lanjutan setelah situasi ekonomi keluarganya membaik (Mansyur, 2014).

Setelah mendalami filsafat dan psikologi bahasa di Fakultas Hukum Universitas Recife, Freire beralih ke bidang pendidikan. Pada tahun 1944, ia menikahi Elza Maia Costa Oliviera dan memiliki lima anak. Meskipun lulus sebagai sarjana hukum, Freire berfokus pada pendidikan dan bekerja di berbagai posisi di bidang tersebut, terutama dalam berinteraksi langsung dengan kaum miskin di Brasil.

Pengalaman ini menjadi dasar penelitian dan metode dialogisnya yang terkenal pada tahun 1961. Freire berhasil menarik kaum buta aksara untuk belajar membaca dan menulis dalam waktu singkat. Pada tahun 1959, ia meraih gelar doktor dalam sejarah dan filsafat pendidikan, dan di tahun-tahun berikutnya, Freire terlibat dalam pekerjaan kemanusiaan di berbagai negara seperti Chili dan Swiss.

Freire menghadapi penjara selama 70 hari pada tahun 1964 setelah kudeta militer di Brasil. Inspirasi dan pemikiran-pemikirannya berkembang melalui pengalaman tersebut, dan ia terus menjadi aktivis dan penasihat pendidikan di seluruh dunia. Pada tahun 1991, Institut Paulo Freire didirikan di São Paulo sebagai pusat penelitian dan pengembangan teori-teori pendidikan kritis.

Meskipun meninggal pada 2 Mei 1997 karena serangan jantung, pemikiran dan konsep-konsep Paulo Freire terus memengaruhi pendidikan kritis dan praktik pendidikan di seluruh dunia, menjadikannya salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah pendidikan global.

Buku-buku monumentalnya, seperti "Pendidikan sebagai Praktek Pembebasan" dan "Pendidikan Kaum Tertindas," terus menjadi rujukan penting di kalangan ilmuwan pendidikan. Paulo Freire tetap fenomenal dan penuh inspirasi, memberikan pencerahan kepada banyak ilmuwan, praktisi, dan pengamat pendidikan (Mansyur, 2014).

 

2.5     Definisi Pendidikan Menurut Paulo Freire

Paulo Freire adalah seorang tokoh pendidikan dan teoritikus pendidikan Brazil yang berpengaruh di dunia. Saat dewasa Paulo bekerja sebagai Direktur di bagian Pendidikan dan Kebudayaan SESI (pelayanan sosial) tepatnya di negara bagian Pernambuco pada tahun 1946 – 1954 dari pekerjaannya ini membuat Paolo berkontak langsung dengan kaum miskin di kota-kota. Dari pengalamannya tersebut bermanfaat sebagai bahan penelitian metode dialogis dalam pendidikan pada tahun 1961. Selama masa jabatannya Paulo melaksanakan sebuah program dimana program tersebut memiliki tujuan untuk memberantas buta huruf yang dialami ribuan petani miskin di timur laut. Metode ini dikenal dengan nama “Metode Paulo Freire”.

Pendidikan pembebasan menurut Paulo Freire merupakan proses bagi seorang manusia untuk menemukan hal yang paling penting dalam kehidupannya, yakni terbebas dari segala hal yang mengekang kemanusiannya menuju kehidupan yang penuh dengan kebebasan (Mansur, 2023). Bila merujuk pada pemikirannya Freire, pendidikan yang membebaskan adalah pendidikan yang menumbuhkan kesadaran kritis yang mendorong kemampuan peserta didik untuk memiliki kedalaman menafsirkan persoalan nyata dalam kehidupannya (Mansur, 2023). Pendidikan oleh Freire dijadikan sebagai wahana untuk membebaskan manusia.

Pada konsep pendidikan pembebasan yang dikemukakan oleh Paulo memiliki penafsiran bahwa pendidikan yang ada harusnya dapat membuat pelajar atau peserta didiknya merasakan kebebasan baik kebebasan berpikir terutama kebebasan untuk bersuara untuk mengeluarkan pendapatnya. Paulo juga mengemukakan menurut penafsirannya bahwa tujuan utama dari sebuah pendidikan adalah untuk membuka mata para peserta didiknya guna menyadari realitas ketertindasan yang ada kemudian bertindak melakukan transformasi realistis.

Dalam buku Education as the Practice of Freedom in Education for Critical Consciousness, Paulo mengemukakan bahwa pendidikan harus menjadi sebuah sarana dalam proses pemerdekaan (humanisasi), bukan sebuah penjinakan (domestikasi) sosial yang seringkali terjadi di dalam dunia ketiga (negaranya), dimana pendidikan digunakan sebagai alat untuk melegitimasi kehendak penguasa kepada masyarakat yang tidak memiliki kekuasaan, maka dengan itu pendidikan harus dianggap sebagai aksi dan refleksi untuk mengubah realitas, penindasan menuju kebebasan.

 

2.6     Relevansi Kurikulum dengan Konsep Pendidikan Paulo Freire

2.6.1  Relevansi Kurikulum 2013 (K-13) dengan Konsep Pendidikan  Paulo Freire

Kurikulum 2013 memiliki keterkaitan dengan konsep pendidikan pembebasan yang diperkenalkan oleh Paulo Freire. Salah satu titik persamaan terletak pada fokus keduanya untuk mempersiapkan generasi yang siap menghadapi masa depan dan mengantisipasi perkembangan zaman. Freire, dalam konsep pendidikan pembebasannya, menekankan pada pembangunan kesadaran kritis dan kreativitas untuk mengatasi realitas sosial yang terus berubah. Begitu pula dengan Kurikulum 2013 yang bertujuan menciptakan peserta didik yang lebih baik, lebih kreatif, inovatif, dan produktif dalam menghadapi tantangan masa depan.

Freire menegaskan pentingnya membangun pemahaman kritis dan kemampuan berpikir mandiri di antara peserta didik, yang sejalan dengan tujuan Kurikulum 2013 untuk mendorong peserta didik melakukan observasi, bertanya, dan berpikir analitis. Konsep pendidikan pembebasan menekankan pada kebebasan berpikir dan bersuara, dan Kurikulum 2013 mencerminkan hal ini dengan memotivasi peserta didik untuk berpikir lebih luas dan kreatif.

Kedua konsep ini juga menekankan pada pengembangan kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Kurikulum 2013 berfokus pada pembelajaran yang terpadu, mencakup kompetensi dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk alam, sosial, seni, dan budaya. Pendidikan pembebasan menurut Freire juga mengarah pada pengembangan kesadaran sosial dan moral, yang sejalan dengan tujuan Kurikulum 2013 untuk membentuk peserta didik yang memiliki kompetensi sikap yang lebih baik.

Dalam menghadapi tantangan internal dan eksternal, baik Kurikulum 2013 maupun konsep pendidikan pembebasan Paulo Freire mengakui perlunya penyesuaian dan pengembangan. Keduanya mengakui bahwa pendidikan harus responsif terhadap perkembangan zaman, tantangan global, dan kebutuhan masyarakat. Freire menekankan kebutuhan untuk beradaptasi dengan perubahan sosial dan menyelesaikan ketidaksetaraan, sementara Kurikulum 2013 menanggapi tantangan masa depan, globalisasi, dan perkembangan teknologi. Dengan demikian, Kurikulum 2013 dan konsep pendidikan pembebasan Paulo Freire memiliki keterkaitan dalam visi mereka untuk menciptakan pendidikan yang relevan, responsif, dan memberdayakan peserta didik untuk menghadapi tantangan masa depan dengan kritis, kreatif, dan mandiri.

2.6.2  Relevansi Kurikulum Merdeka Belajar dengan Konsep Pendidikan Paulo Freire

Kurikulum Merdeka Belajar memiliki keterkaitan yang erat dengan konsep pendidikan pembebasan yang dikemukakan oleh Paulo Freire. Salah satu aspek utama yang mencerminkan keterkaitan tersebut adalah pemberian kebebasan kepada peserta didik dalam proses pembelajaran. Seperti yang dijelaskan, kurikulum ini dirancang untuk menciptakan kebiasaan belajar yang inovatif, di mana peserta didik diberikan fleksibilitas dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.

Paulo Freire menyuarakan pendidikan pembebasan yang memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk berpikir dan bersuara. Kurikulum Merdeka Belajar mencerminkan prinsip ini dengan memberikan keleluasaan kepada peserta didik untuk mengeluarkan pendapatnya, berpartisipasi dalam diskusi, dan berkontribusi dalam proses pembelajaran. Hal ini sejalan dengan ide bahwa pendidikan seharusnya menjadi alat pembebasan dari ketidaksetaraan dan penindasan.

Kebijakan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka mencerminkan pembebasan melalui pendidikan. Dengan memberikan kebebasan kepada mahasiswa untuk memilih beban belajar di luar program studi, kurikulum ini menggambarkan pendekatan yang berorientasi pada kebutuhan individu dan mengakui kebebasan dalam mengejar pengetahuan di berbagai bidang.

Secara keseluruhan, keterkaitan antara Kurikulum Merdeka Belajar dengan konsep pendidikan pembebasan Paulo Freire terletak pada pemberian kebebasan kepada peserta didik dan pendekatan berbasis kebutuhan yang mendukung pembebasan melalui pendidikan. Konsep ini mencerminkan visi untuk menciptakan lingkungan pembelajaran yang mendukung pertumbuhan holistik peserta didik, membentuk karakter yang mandiri, dan mendorong kreativitas serta pemikiran kritis.


 

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

3.1     Jenis Penelitian

Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan ini dipilih dengan tujuan utama untuk menggambarkan keadaan di balik fenomena implementasi pendidikan Paulo Freire di SMP Negeri 26 Banjarmasin. Pengumpulan data dilakukan melalui berbagai metode, termasuk wawancara, dokumentasi lapangan, dokumen pribadi, catatan memo, dan dokumen resmi. Metode ini sesuai dengan pendekatan kualitatif yang lebih mengandalkan data deskriptif non-angka, memungkinkan pemahaman konteks dan gambaran menyeluruh terkait implementasi pendidikan Paulo Freire.

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif, dengan fokus mencocokkan realita empirik yang ditemukan dengan teori yang berlaku. Metode diskriptif digunakan dalam analisis untuk memberikan pemahaman yang mendalam tentang proses implementasi pendidikan Paulo Freire di sekolah. Dengan fenomena yang kompleks, seperti partisipasi siswa, interaksi guru-siswa, relevansi pendidikan dengan kurikulum, perubahan dalam pendekatan pembelajaran, dan pengaruh terhadap karakter siswa, pendekatan kualitatif memberikan ruang untuk menjelajahi dan menjelaskan aspek-aspek ini dengan lebih rinci.

Pentingnya memahami konteks sekolah, termasuk dinamika sekolah, budaya sekolah, dan tantangan khusus yang mungkin dihadapi dalam implementasi pendidikan Paulo Freire, menjadi alasan tambahan dalam penggunaan pendekatan kualitatif. Dengan demikian, penelitian ini memilih metode kualitatif sebagai landasan untuk mendapatkan wawasan yang lebih mendalam dan kontekstual tentang pengalaman implementasi pendidikan Paulo Freire di SMP Negeri 26 Banjarmasin.

 

3.2     Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 26 Banjarmasin, yang terletak di jalan Jend. A. Yani km 2,5 No. 180 RT 15 RW 05, kota Banjarmasin. Pengambilan data primer yang langsung dikumpulkan oleh peneliti dari narasumber dilaksanakan pada tanggal 29 November 2023. Sementara itu, pengumpulan data sekunder, pengolahan data, serta penyusunan laporan dilaksanakan dalam rentang waktu antara 30 November hingga 11 Desember 2023.

 

3.3     Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data perlu dilakukan agar observasi menjadi lebih terarah dan mengetahui batasan-batasan dari proses observasi yang akan dilakukan sehingga data atau hasil yang didapatkan dalam observasi lebih mudah diperoleh dan juga relevan serta sesuai dengan fakta yang ada. Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ada tiga yakni: observasi (observation), wawancara (interview), dan dokumentasi (documentation).

Observasi merupakan teknik dalam mengumpulkan data kualitatif dengan melakukan pengamatan secara langsung di lapangan atau lingkungan penelitian. Hal-hal yang diobservasi adalah strategi yang dilakukan oleh pendidik dalam implementasi konsep pendidikan Paulo Freire di SMP Negeri 26 Banjarmasin. Dengan tujuan untuk memperoleh data mengenai lokasi, lingkungan sekolah, sarana dan prasarana, serta data-data konkrit seperti: profil umum, visi-misi, keadaan guru dan tenaga pengajar, keadaan siswa, dan lain sebagainya.

 

3.4     Subjek Penelitian

Subjek penelitian dalam konteks implementasi konsep pendidikan pembebasan menurut Paulo Freire di SMP Negeri 26 Banjarmasin mencakup tiga kelompok utama: guru pengajar dan wakil kesiswaan, guru bimbingan konseling, serta siswa.

 

1.      Guru Pengajar dan Wakil Kesiswaan

Subjek penelitian ini adalah guru mata pelajaran yang juga menjabat sebagai wakil kesiswaan di SMP Negeri 26 Banjarmasin. Wawancara dengan guru ini bertujuan untuk mendapatkan wawasan mendalam mengenai pengelolaan dan penerapan konsep pembelajaran dialogis Paulo Freire. Guru ini diharapkan mampu memberikan informasi terkait aspek pengajaran, kegiatan ekstrakurikuler, dan bagaimana konsep pembebasan terintegrasi dalam proses pembelajaran di sekolah.

2.      Guru Bimbingan Konseling

Fokus pada guru bimbingan konseling di sekolah, subjek penelitian ini akan memberikan informasi lebih lanjut mengenai sumber daya manusia sekolah, terutama dari perspektif kesejahteraan dan panduan akademis. Guru bimbingan konseling dapat memberikan pandangan unik terkait aspek kesejahteraan siswa dan dukungan yang diberikan dalam konteks penerapan konsep pendidikan pembebasan.

3.      Siswa

Subjek penelitian juga melibatkan siswa bertujuan untuk mengeksplorasi perbedaan pengelolaan kurikulum pembelajaran di berbagai tingkatan. Partisipasi siswa diharapkan dapat memberikan perspektif langsung dari penerima pendidikan, mencakup sudut pandang mereka terkait kebutuhan dan tantangan dalam konteks pendidikan di SMP Negeri 26 Banjarmasin.

Melibatkan berbagai pihak terkait seperti guru mata pelajaran, wakil kesiswaan, guru bimbingan konseling, dan siswa diharapkan dapat memberikan gambaran yang komprehensif dan mendalam mengenai implementasi konsep pendidikan pembebasan di lingkungan sekolah tersebut. Dengan demikian, data yang diperoleh dari subjek penelitian ini diharapkan dapat mencakup aspek-aspek yang relevan sesuai dengan tujuan penelitian.

3.5     Sumber dan Jenis Data

Data adalah elemen krusial dalam mengungkap suatu permasalahan dan menjadi landasan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Terdapat dua jenis data yang diperoleh dalam penelitian ini, yaitu:

1.      Data Primer

Data primer merujuk pada informasi yang dikumpulkan secara langsung oleh peneliti  dari sumber pertama atau narasumber terkait. Dalam konteks penelitian ini, data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan narasumber, Ibu Erna Sudriastuti, S.Pd. (48), yang memiliki pengetahuan tentang pelaksanaan kurikulum dan implementasi konsep pendidikan Paulo Freire di SMPN 26 Banjarmasin. Narasumber ini termasuk mereka yang memiliki pemahaman mendalam mengenai topik penelitian dan dapat memberikan perspektif yang berharga.

2.      Data Sekunder

   Data sekunder merujuk pada informasi yang diperoleh peneliti dari berbagai sumber tertulis seperti literatur dan dokumen yang telah ada sebelumnya. Literature dan dokumen ini menyediakan kerangka pengetahuan yang mendukung penelitian dengan memberikan konteks, teori, dan informasi tambahan terkait konsep pendidikan Paulo Freire. Penggunaan data sekunder membantu peneliti untuk memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam terhadap tema penelitian.


 

BAB IV

HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN

4.1     Informasi Sekolah

4.1.1   Profil Sekolah

1.      Nama Sekolah                                     : SMP Negeri 26 Banjarmasin

2.      Nomor Statistik / NPSN                     : 201156005026 / 30304212

3.      Alamat                                             : Jl. Jend. A. Yani km 2,5 No. 180 RT 15 RW 05 Kel. Sungai Baru Kec. Banjarmasin Tengah Kota Banjarmasin

4.      Nomor Telpon                                     : 0511 – 3265780

5.      Koordinat                                            : Longitude:-3.3253 Latitude:114.6034

6.      Nama Yayasan (bagi swasta)              : -

7.      Nama Kepala Sekolah                         : Muhdar, S.Pd., M.Pd.

No. Hp / WA                                        : 0852 4564 2750

8.      Kategori Sekolah                                : Negeri

9.      Tahun Beroperasi                                : 1997

10.  Kepemilikan Tanah / Bangunan          : Milik Pemerintah

11.  Luas Tanah / Status                             : 2552 m2/ SHM / HGB / Hak Pakai / Akte Jual-Beli / Hibah*) (Copy Site Plan-dilampirkan)

Luas Bangunan                             : 1338 m2

Ruang yang di usulkan                 : 4 buah RKB ukuran 9 m x 36 m


4.1.2 Visi-Misi SMP Negeri 26 Banjarmasin

Visi Sekolah :

Terwujudnya lulusan yang berprestasi di bidang akademik maupun non akademik yang dilandasi iman, taqwa, dan berbudaya lingkungan serta berwawasan global.

Misi Sekolah :

1.      Mewujudkan Pendidikan yang menghasilkan prestasi dan lulusan berkualitas yang peduli terhadap lingkungan tanpa rokok dan bebas narkoba

2.      Melaksanakan proses belajar mengajar yang efektif dan efisien dengan memanfaatkan lingkungan sebagai media pembelajaran

3.      Melaksanakan inovasi pembelajaran yang berwawasan lingkungan hidup

4.      Mewujudkan Warga Sekolah yang beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia dan berbudaya lingkungan

5.      Mewujudkan Warga Sekolah yang cerdas, yaitu cerdas, Spiritual, Emosional, Intelektual, Sosial dan Kinestetikal.

6.      Mewujudkan Sekolah dan warganya yang mencintai kebersihan dan penghijauan

7.      Menyediakan sarana prasarana yang ramah lingkungan

8.      Mengupayakan pencegahan pencemaran lingkungan hidup karena sampah

9.      Mengupayakan pencegahan terjadinya kerusakan lingkungan hidup karena sampah

10.  Meningkatkan sumber daya manusia yang professional sebagai pelestari dan penyelamat lingkungan hidup.

 

4.1.3  Struktur Organisasi SMP Negeri 26 Banjarmasin

Pentingnya mencapai keberhasilan program sekolah membawa konsekuensi terhadap kebutuhan akan organisasi yang terkelola secara efisien dan melibatkan semua pemangku kepentingan. Melalui analisis dokumen, penelitian ini mengungkap struktur organisasi yang berhasil dalam mendukung pencapaian tujuan sekolah. Struktur ini mencerminkan koordinasi yang harmonis di antara berbagai bagian sekolah, dengan setiap individu memainkan peran pentingnya untuk mendukung efisiensi dan efektivitas manajemen sekolah.

Adapun struktur organisasi tersebut merupakan hasil temuan dari analisis dokumentasi, menciptakan landasan yang kokoh untuk keberhasilan program sekolah. Keberhasilan ini tidak hanya terletak pada kepala sekolah sebagai pemimpin, tetapi juga pada sinergi dan kerjasama antara semua pihak terlibat dalam proses pendidikan. Adapun struktur organisasi SMP Negeri 26 Banjarmasin sebagai berikut.

Struktur Organisasi SMP Negeri 26 Banjarmasin

Gambar 1.1 Struktur Organisasi SMP Negeri 26 Banjarmasin

 

 

4.1.4  Keadaan Gedung SMP Negeri 26 Banjarmasin

Bangunan  SMP Negeri 26 Banjarmasin terdiri dari satu gedung tidak bertingkat, dua gedung bertingkat dua, dan satu gedung bertingkat tiga. Adapun detail bangunan SMPN 26 Banjarmasin sebagai berikut.         

No.

Nama Prasarana

Jumlah

Kondisi

1.

Ruang Kelas

18 ruang

Baik

2.

Ruang Kepala Sekolah

1 ruang

Baik

3.

Ruang Guru

1 ruang

Baik

4.

Ruang Tata Usaha

1 ruang

Baik

5.

Ruang BP/BK

1 ruang

Baik

6.

Perpustakaan

1 ruang

Baik

7.

Lab. Komputer

1 ruang

Baik

8.

Lab. IPA

1 ruang

Baik

9.

Lab. Bahasa

1 ruang

Baik

10.

Lab. Multimedia

1 ruang

Baik

11.

Mushola

1 ruang

Baik

12.

UKS

1 ruang

Baik

13.

Ruang OSIS & PMR

1 ruang

Baik

14.

Koperasi Siswa

1 ruang

Baik

15.

Kantin

3 buah

Baik

16.

Tempat Parkir

1 ruang

Baik

17.

Toilet

10 buah

Baik

18.

Tempat Cuci Tangan

20 buah

Baik

Tabel 1.1 Prasarana SMP Negeri 26 Banjarmasin

    Adapun inventaris SMP Negeri 26 terdiri dari:

No.

Nama Sarana

Jumlah

Kondisi

1.

Kursi Kelas

554 buah

Baik

2.

Kursi Guru

18 buah

Baik

3.

Papan Tulis

18 buah

Baik

4.

Lemari

20 buah

Baik

5.

LCD

5 buah

Baik

6.

Wifi

10 buah

Baik

7.

Perangkat Komputer

20 buah

Baik

8.

Printer

3 buah

Baik

9.

Meja Lab. Komp.

10 buah

Baik

10.

Kursi Lab. Komp.

10 buah

Baik

11.

Buka Perpustakaan

355 buah

Baik

12.

Rak buku

8 buah

Baik

Tabel 1.2 Sarana SMP Negeri 26 Banjarmasin

4.1.5  Keadaan Lingkungan Sekolah

SMP Negeri 26 Banjarmasin terletak strategis di jalan Jend. A. Yani km 2,5 No. 180 RT 15 RW 05, menciptakan akses yang mudah dijangkau baik oleh siswa maupun pengunjung. Sekolah ini dikelilingi oleh lingkungan perkotaan yang ramai, dekat dengan pemukiman warga, pertokoan, dan jalan raya. Meskipun berada di tengah-tengah hiruk-pikuk kota, kondisi lingkungan SMP Negeri 26 Banjarmasin tetap memancarkan kebersihan, keamanan, dan kenyamanan.

Keberadaan SMP Negeri 26 Banjarmasin yang terhubung dengan kehidupan sekitar ini memberikan dampak positif dalam memudahkan interaksi dan aksesibilitas, menjadikannya sebagai bagian integral dari kehidupan masyarakat setempat. Meski demikian, mengingat posisinya yang strategis, suara bising dari lalu lintas dan kegiatan sekitar seringkali terdengar di sekitar area sekolah. Oleh karena itu, evaluasi lingkungan sekolah tidak hanya mencakup aspek fisik dan estetika, tetapi juga menitikberatkan pada kenyamanan siswa dan kondisi yang mendukung proses pembelajaran.

a.       Data Siswa dalam 3 tahun terakhir:

Tahun Pelajaran

Jumlah Pendaftar

(Calon Siswa Baru)

Kelas VII

Kelas VIII

Kelas IX

Jumlah

(KIs.VII+VIII+IX)

Jlh

Siswa

Jlh

Rombel

Jlh

Siswa

Jlh

Rombel

Jlh

Siswa

Jlh

Rombel

Siswa

Rombel

2021/2022

195

196

6

196

6

163

6

555

18

2022/2023

189

188

6

193

6

187

6

568

18

2023/2024

187

184

6

186

6

184

6

554

18

Tabel 1.3 Data Siswa dalam 3 tahun terakhir

b.      Data Ruang Kelas

Ruang Kelas

Jumlah Ruang Kelas Asli (d)

Jumlah ruang lainnya yang digunakan

untuk ruang kelas

(e)

Jumlah ruang yangdigunakan untuk ruang kelas

f=(d+e)

Ukuran

7x9m2

(a)

Ukuran

>63m2

(b)

Ukuran

<63

(c)

Jumlah

d=(a+b+c)

-

-

13

13

Jumlah: 5 Ruang

Yaitu: Lab Bahasa,

Lab IPA dan

Lab Multimedia

18

Tabel 1.4 Data Ruang Kelas

c.       Data Ruang Lainnya

Jenis Ruang

Jumlah

Ukuran(m2)

Jenis Ruang

Jumlah

Ukuran(m2)

1. Perpustakaan

2. Lab.IPA

3. Lab.Komputer

4. Lab.Bahasa

5. Lab.     Multimedia

1

2

1

2

1

7x8,5

6,5x6,5

-X-

7x8

7x8

6. Kesenian

7. Keterampilan

8. Serbaguna         9……………...

10.....................

1

1

1

-

-

-X-

-X-

-X-

-X-

-X-

Tabel 1.5 Data Ruang Lainnya 

d.      Data Tenaga Pendidik

Jumlah Guru/Staf

Bagi SMP Negeri

Bagi SMP Swasta

Keterangan

Guru ASN (PNS)

Guru PPPK (PNS)

Guru dan STAF BOSDA

Guru dan STAF BOS APBN

Tata Usaha ASN (PNS)

Satpam, Kebersihan, dll

17

6

7

9

1

4

--

--

--

--

--

--

--

--

--

--

Tabel 1.6 Data Tenaga Pendidik


4.1.6  Identitas Narasumber Wawancara

1.      Narasumber Pertama Tenaga Pendidik

Nama                                       : Rudi Hasbi, S. Pd

Tempat, Tanggal Lahir            : Cellue, 27 Juni 1984

Pendidikan Terakhir                : S1/Pendidikan Fisika

Mata Pelajaran yang Diampu : IPA

Jabatan                                    : Guru Pengajar, Wali Kelas

2.      Narasumber Kedua Tenaga Pendidik

Nama                                       : Erna Sudriastuti, S.Pd

Tempat, Tanggal Lahir            : Banjarmasin, 01 April 1975

Pendidikan Terakhir                : S1/Bim. & Konseling

Mata Pelajaran yang Diampu : Bimbingan dan Konseling

Jabatan                                    : Guru BK

3.      Narasumber Ketiga Siswa

Nama                                       : Mega Agustina

Kelas                                       : IX D

Jenis Kelamin                          : Perempuan

Usia                                         : 15 tahun

4.2     Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan observasi yang dilakukan pada subjek observasi dan wawancara dengan beberapa narasumber, hasil observasi menunjukan bahwa subjek observasi telah berkembang sesuai dengan perkembangan kurikulum yang relevan dengan implementasi pendekatan Pendidikan Paulo Freire di SMPN 26 Banjarmasin, dengan mengadopsi Kurikulum 2013 (K-13) dan Kurikulum Merdeka, memberikan pengaruh kualitas pembelajaran dan perkembangan kritis, kreatif, serta komunikatif siswa yang baik. Adapun detail hasil observasi adalah sebagai berikut.

4.2.1    Relevansi Konsep Pendidikan Paulo  Freire di SMP Negeri 26   Banjarmasin

  Berdasarkan pandangan narasumber pertama, Bapak Rudi Hasbi menjelaskan bahwa konsep Pendidikan Pembebasan yang diusung oleh Paulo Freire memiliki relevansi yang kuat dengan proses pembelajaran di SMPN 26 Banjarmasin. Dalam konteks kegiatan belajar mengajar di sekolah tersebut, banyak pendidik yang sudah menerapkan pembelajaran kritis dan dialogis, dua aspek utama dari pendidikan pembebasan.

Model pembelajaran kritis diterapkan sebagai respons terhadap dorongan globalisasi dan perkembangan teknologi. Hal ini diperlukan agar peserta didik dapat aktif berpikir kritis, menghindarkan mereka dari salah pengertian dalam menerima sumber ilmu. Dorongan ini menciptakan suasana pembelajaran yang dinamis dan responsif terhadap perubahan.

SMP Negeri 26 Banjarmasin juga menggunakan pendekatan pembelajaran dialogis, yang merupakan salah satu aspek utama dalam pendidikan pembebasan menurut Freire. Pendekatan ini dianggap memberikan semangat dan kebebasan kepada peserta didik, tetapi tetap memperhatikan komponen-komponen pembelajaran. Dalam konteks ini, pendidikan pembebasan dirancang untuk memberikan ruang kepada peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran, seperti berdiskusi kelompok.

Menurut narasumber pula, banyak peserta didik di SMPN 26 Banjarmasin yang memanfaatkan waktu luang untuk menjadi tutor sebaya dan mampu menyelesaikan tugas berkelompok tanpa adanya penundaan. Hal ini mencerminkan peningkatan eksplorasi dan kemampuan berpikir peserta didik, yang merupakan hasil positif dari penerapan konsep pendidikan pembebasan.

Relevansi pendidikan pembebasan dengan Kurikulum Merdeka juga terlihat dalam peningkatan proaktifitas peserta didik. Mereka memiliki peran aktif dalam proses pembelajaran, seperti yang terwujud dalam kegiatan diskusi dan tanya jawab baik dengan sesama peserta didik maupun dengan pendidik. Ini menunjukkan adanya peningkatan yang diharapkan dari sudut pandang pendidik.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa konsep Pendidikan Pembebasan Paulo Freire memiliki relevansi yang signifikan dengan realitas pembelajaran di SMPN 26 Banjarmasin, dan penerapannya memberikan dampak positif terhadap partisipasi dan keterlibatan aktif peserta didik dalam proses pendidikan.

4.2.2  Faktor Implementasi Konsep Pendidikan Paulo  Freire di SMP Negeri 26 Banjarmasin

Faktor-faktor yang mendukung implementasi Konsep Pendidikan Pembebasan di SMP Negeri 26 Banjarmasin, sebagaimana dinyatakan oleh narasumber pertama, Bapak Rudi Hasbi, maupun narsumber kedua, Ibu Erna Sudriastuti, dapat menggambarkan relevansi pandangan Paulo Freire mengenai pendidikan pembebasan dengan sekolah terkait. Faktor-faktor tersebut dijelaskan sebagai berikut.

Pertama, Komitmen Guru dan Kepala Sekolah. Freire menekankan pentingnya komitmen tinggi dari para pendidik dalam menerapkan konsep pendidikan pembebasan. Di SMP Negeri 26 Banjarmasin, komitmen tinggi dari guru dan kepala sekolah terhadap pendidikan pembebasan menjadi faktor pendorong utama. Hal ini sesuai dengan pandangan Freire bahwa pendidik harus memiliki tekad kuat sebagai pendorong implementasi konsep ini.

Kedua, Partisipasi Peserta Didik dengan Latar Belakang Ekonomi Menengah hingga Bawah. Freire menekankan pentingnya pemberdayaan peserta didik, terutama yang berasal dari latar belakang ekonomi rendah. Di SMP Negeri 26 Banjarmasin, sekitar 70% peserta didik berasal dari keluarga sederhana, tetapi hal ini tidak mengurangi minat belajar mereka. Pihak sekolah membantu dalam penanganan kendala perekonomian, termasuk pengurusan dokumen untuk mendapatkan KIP.

Ketiga, Hubungan Guru dan Murid yang Mempunyai Latar Belakang Beragam. Freire menyoroti pentingnya memahami latar belakang peserta didik yang beragam. Bapak Rudi Hasbi, menyatakan bahwa hubungan guru dan murid di SMP Negeri 26 Banjarmasin tidak mengikat satu sama lain. Guru bisa memosisikan diri sesuai dengan kebutuhan peserta didik yang memiliki latar belakang berbeda.

Keempat, Peran Guru sebagai Orang Tua, Kakak, atau Teman. Freire mengakui pentingnya hubungan antara guru dan peserta didik yang memanusiakan. Pendekatan guru sebagai orang tua, kakak, atau teman sebaya sesuai dengan ide bahwa pendidikan harus merangkul perbedaan latar belakang peserta didik.

Kelima, Kemitraan dengan Komunitas dan Layanan Masyarakat. Freire menekankan pada pentingnya keterlibatan komunitas dalam pendidikan. Adanya kemitraan dengan komunitas dan layanan masyarakat di SMP Negeri 26 Banjarmasin mencerminkan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan peserta didik, sesuai dengan semangat pembebasan Freire.

Dengan demikian, faktor-faktor tersebut memberikan gambaran bahwa SMP Negeri 26 Banjarmasin mengakomodasi konsep Pendidikan Pembebasan Paulo Freire dalam praktik pendidikan mereka dengan relevansi yang jelas terhadap kondisi dan kebutuhan peserta didik serta masyarakat di sekitarnya.

4.2.3   Penerapan Sistem Full Day School di SMP Negeri 26 Banjarmasin

Pelaksanaan sistem Full Day School di SMP Negeri 26 Banjarmasin memiliki dampak yang signifikan, sebagaimana diungkapkan oleh narasumber-narasumber yang berpartisipasi dalam wawancara sebagai berikut.

1.      Efektivitas penerapan sistem ini Full Day School di SMP Negeri 26 Banjarmasin

Menurut Bapak Rudi Hasbi, sistem Full Day School dapat melatih siswa untuk tetap fokus dalam belajar dalam jangka waktu yang lama. Namun, tantangan muncul pada jam terakhir KBM. Untuk mengatasinya, pengajar mengajak siswa melakukan pembelajaran di luar ruangan dengan metode yang lebih menarik seperti tanya jawab atau kuis.

Tantangan Terkait Stamina dan Kapabilitas Energi Peserta Didik, Bapak Rudi Hasbi menyebutkan bahwa tidak semua peserta didik memiliki stamina dan kapabilitas energi yang mencukupi untuk tetap fokus sepanjang jam belajar. Adanya keluhan peserta didik terkait potensi kelelahan fisik dan mental menjadi kendala utama, terutama bagi yang memiliki kewajiban di luar sekolah seperti bimbingan belajar dan aktivitas ekstrakurikuler.

Tekanan Tambahan pada Guru dan Kesulitan bagi Siswa dengan Kebutuhan Khusus, Ibu Erna Sudriastuti menyoroti tekanan tambahan yang dirasakan oleh guru yang harus menjalankan proses pembelajaran sepanjang hari. Sistem ini dapat meningkatkan risiko kelelahan dan memberikan kesulitan tambahan bagi siswa dengan kebutuhan khusus karena latar belakang siswa yang berbeda-beda. Oleh karena itu, evaluasi dan penyesuaian perlu dilakukan secara cermat.

Adapun, Mega Agustina, sebagai narasumber ketiga, memberikan perspektifnya terhadap sistem Full Day School. Menurutnya, waktu pembelajaran yang lebih luas meskipun melelahkan karena belum lagi perlu mengerjakan tugas tambahan. Namun, sistem ini memberikan keleluasaan bagi siswa dalam bersosialisasi dan mendalami materi pelajaran.

2.      Alasan Sistem Full Day School diterapkan di SMP Negeri 26 Banjarmasin

 Berdasarkan hasil wawancara, terdapat beberapa alasan yang mendasari penerapan sistem Full Day School di SMP Negeri 26 Banjarmasin sebagai berikut.

1)      Peningkatan Pemahaman dan Keterampilan Siswa

Menurut pendapat Bapak Rudi Hasbi menekankan bahwa Full Day School membantu siswa untuk mendalami minat, bakat, dan keterampilan mereka. Waktu pembelajaran yang lebih panjang memungkinkan siswa benar-benar menguasai topik tertentu, meningkatkan pemahaman konsep-konsep pelajaran, dan mengembangkan keterampilan sosialisasi.

2)      Manajemen Waktu yang Lebih Efisien

Menurut pendapat Ibu Erna Sudriastuti juga menyebutkan bahwa Full Day School membantu siswa mengelola waktu secara lebih efisien. Dengan waktu pembelajaran yang lebih panjang, siswa memiliki lebih sedikit waktu luang yang tidak produktif di luar jam sekolah.

3)      Variasi Pembelajaran dan Kesempatan Sosialisasi

Adapun menurut pendapat Mega Agustina, siswa dapat menggunakan waktu lebih lama untuk mendapatkan variasi dalam pembelajaran dan kesempatan bagi siswa untuk bersosialisasi dengan baik. Ini dapat meningkatkan motivasi dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran.

Dengan demikian, penerapan sistem Full Day School di SMP Negeri 26 Banjarmasin memiliki efektivitas yang terlihat melalui peningkatan pemahaman dan keterampilan siswa, manajemen waktu yang lebih efisien, serta variasi pembelajaran dan kesempatan sosialisasi. Meskipun demikian, tantangan terkait kelelahan fisik, tekanan pada guru, dan kesulitan bagi siswa dengan kebutuhan khusus perlu diatasi melalui evaluasi dan penyesuaian yang cermat.

4.2.4   Relevansi Kurikulum dengan Konsep Pendidikan Paulo Freire di SMP Negeri 26 Banjarmasin

Pada masa sekarang, SMP Negeri 26 Banjarmasin telah mengadopsi dua kurikulum utama, yaitu Kurikulum 2013 (K-13) diterapkan untuk kelas 8 dan kelas 9, sedangkan Kurikulum Merdeka diterapkan untuk kelas 7. Penerapan Kurikulum 2013 dan Kurikulum Merdeka di SMP Negeri 26 Banjarmasin menunjukkan ketepatan dalam mengintegrasikan konsep pendidikan pembebasan ala Paulo Freire. Menurut Bapak Rudi Hasbi, kedua kurikulum ini memberikan ruang untuk menerapkan prinsip-prinsip pendidikan pembebasan dalam kegiatan pembelajaran.

Pertama, Kurikulum 2013 menekankan partisipasi aktif siswa sebagai elemen kunci dalam pendidikan pembebasan. Metode interaktif dan dialogis, memberikan peluang kepada siswa untuk terlibat dalam diskusi dan analisis kritis terhadap isu-isu sosial. Di sisi lain, Kurikulum Merdeka mendukung pembelajaran berbasis pengalaman melalui projek penelitian, kunjungan lapangan, atau simulasi kehidupan nyata, memungkinkan siswa memahami realitas sosial dan ekonomi dengan lebih dalam.

Kedua, dalam pemilihan materi pembelajaran kritis, baik Kurikulum 2013 maupun Kurikulum Merdeka mendorong guru untuk memilih literatur, artikel, atau film yang dapat menantang siswa untuk berpikir kritis tentang ketidaksetaraan, keadilan, dan hak asasi manusia.

Ketiga, dalam konteks kegiatan refleksi dan dialog, kedua kurikulum memberikan dukungan untuk platform diskusi terbuka dan saling menghargai pendapat. Pentingnya refleksi kritis dan dialog diangkat sebagai aspek penting dalam pendidikan pembebasan, di mana guru dapat menerapkan kegiatan refleksi kelompok atau dialog interaktif, memberikan siswa kesempatan untuk memahami dan mengkritisi realitas mereka sendiri.

Terakhir, pemberdayaan siswa melalui projek kolaboratif menjadi fokus, di mana guru dapat merancang projek yang memungkinkan siswa mengidentifikasi masalah sosial dan menciptakan solusi bersama. Melibatkan orang tua dan masyarakat dalam proses pembelajaran juga menjadi perhatian, sesuai dengan pendekatan pendidikan pembebasan Paul Freire.

Dengan demikian, penerapan Kurikulum 2013 dan Kurikulum Merdeka di SMP Negeri 26 Banjarmasin relevan dengan konsep pendidikan pembebasan ala Paulo Freire, menghasilkan lingkungan pembelajaran yang responsif terhadap perkembangan siswa dalam konteks sosial, kritis, dan pemberdayaan.


 

BAB V

PENUTUP

5.1     Kesimpulan

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di SMP Negeri 26 Banjarmasin, dapat disimpulkan bahwa implementasi Kurikulum 2013 dan Kurikulum Merdeka, yang mengintegrasikan konsep pendidikan pembebasan ala Paulo Freire, telah memberikan dampak positif pada kualitas pembelajaran dan perkembangan kritis, kreatif, serta komunikatif siswa. Relevansi konsep Pendidikan Paulo Freire terlihat melalui penerapan metode kritis, dialogis, dan pembelajaran berbasis pengalaman, yang semuanya berkontribusi pada keterlibatan aktif siswa dalam proses pendidikan.

Faktor-faktor pendukung implementasi konsep pendidikan pembebasan, seperti komitmen tinggi guru dan kepala sekolah, partisipasi peserta didik dengan latar belakang ekonomi menengah hingga bawah, hubungan guru dan murid yang memahami latar belakang beragam, peran guru sebagai figur yang manusiawi, dan kemitraan dengan komunitas, semuanya menciptakan lingkungan pembelajaran yang responsif dan inklusif.

Penerapan sistem Full Day School juga memberikan dampak positif, terutama dalam melatih siswa untuk fokus belajar dalam jangka waktu yang lebih lama, meningkatkan pemahaman konsep, dan efisiensi manajemen waktu. Namun, tantangan terkait kelelahan fisik, tekanan pada guru, dan kesulitan bagi siswa dengan kebutuhan khusus perlu diperhatikan dengan evaluasi dan penyesuaian yang cermat.

Penggunaan Kurikulum 2013 dan Kurikulum Merdeka, dengan fokus pada partisipasi aktif siswa, pemilihan materi kritis, kegiatan refleksi dan dialog, serta pemberdayaan siswa melalui proyek kolaboratif, mencerminkan relevansi yang kuat dengan konsep pendidikan pembebasan Paulo Freire. Ini menciptakan lingkungan pembelajaran yang responsif terhadap perkembangan siswa dalam konteks sosial, kritis, dan pemberdayaan.

Secara keseluruhan, SMP Negeri 26 Banjarmasin telah berhasil menciptakan lingkungan pendidikan yang mengakomodasi prinsip-prinsip pendidikan pembebasan Paulo Freire melalui integrasi Kurikulum 2013 dan Kurikulum Merdeka serta penerapan sistem Full Day School. Dengan terus memperhatikan tantangan dan melakukan penyesuaian yang diperlukan, sekolah ini dapat terus meningkatkan efektivitas pendidikan yang memberdayakan dan membebaskan siswa.

 

5.2     Saran

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di SMP Negeri 26 Banjarmasin, terdapat beberapa saran yang dapat diberikan sebagai berikut.

Kepada Tenaga Pendidik: disarankan untuk terus mendorong partisipasi aktif siswa dalam diskusi dan analisis kritis terhadap isu-isu sosial perlu dipertahankan, seiring dengan pemanfaatan metode interaktif dan dialogis. Serta, terus mengembangkan inovasi pembelajaran berbasis pengalaman untuk memperkaya pengalaman belajar siswa.

Kepada Peneliti Selanjutnya: diharapkan dapat mendalam ke aspek-aspek spesifik dari penerapan konsep pendidikan pembebasan di SMP Negeri 26 Banjarmasin. Fokus pada dampak langsung terhadap perkembangan siswa, dinamika hubungan guru-murid, dan kelebihan-kekurangan strategi pembelajaran yang diterapkan akan memberikan gambaran yang lebih komprehensif. Selain itu, penelitian bisa melibatkan evaluasi mendalam terhadap keberlanjutan dan peningkatan yang dapat diimplementasikan.

Kepada Pembaca: disarankan untuk mengambil inspirasi dari praktik pendidikan pembebasan di SMP Negeri 26 Banjarmasin untuk memperkaya pendekatan pembelajaran di sekolah lain atau konteks pendidikan mereka sendiri. Pemahaman mendalam terhadap konsep Paulo Freire dapat menjadi dasar bagi inovasi dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Penting juga bagi pembaca untuk terus mengikuti perkembangan penelitian di bidang ini guna mendapatkan wawasan yang lebih luas.


 

DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, R. (2017). Analisis Teori Dehumanisasi Pendidikan Paulo Freire. Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam, 1-21.

Baharum, H. &. (2018). Pendidikan Full Day School dalam Perspektif Epistemologi Muhammad 'Abid Al-Jabiri. POTENSIA: Jurnal Kependidikan Islam, 1-22.

Bahri, S. (2017). Pengembangan Kurikulum Dasar Dan Tujuannya. Jurnal Ilmiah Islam Futura, 17-34.

Fujiawati, F. S. (2016). Pemahaman Konsep Kurikulum Dan Pembelajaran Dengan Peta. Jurnal Pendidikan Dan Kajian Seni, 16-28.

KEMENDIKBURISTEK, A. A. (2022). Kurikulum untuk Pemulihan Pembelajaran. Jakarta: Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia.

Madhakomala, d. (2022). Kurikulum Merdeka dalam Perspektif Pemikiran Pendidikan Paulo Freire. At-Ta'lim: Jurnal Pendidikan, 162-172.

Majid, A. (2014). Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: Interes.

Mansur, H. d. (2023). Pengantar Pendidikan Memaknai Perspektif Para Ahli. Banjarmasin: Nizamia Learning Center.

Mansyur, M. H. (2014). Paulo Freire: Bapak Pendidikan Kritis. Jakarta: Prenadamedia Group.

Maufur, H. F. (2009). Sejuta jurus mengajar mengasyikkan. Semarang: PT Sindur Press.

Nasution, S. (1989). Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Setyawan, F. d. (2021). Analisis Kebijakan Pendidikan Full Day School di Indonesia. Jurnal Pendidikan, 369-376.

Siregar, L. Y. (2017). Full Day School sebagai Penguatan Pendidikan Karakter. FIKROTUNA: Jurnal Pendidikan dan Manajemen Islam, 311.

Soetjiningsih. (2014). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.

Suardi, M. (2018). Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Deepublish.

Sujianto, A. E. (2015). Penerapan Full Day School dalam Lembaga Pendidikan Islam. Jurnal Pendidikan Ta'lim, 28.

Yunailis, M. (2019). Kajian Teori Humanistik Maslow Dalam Kurikulum 2013. Jurnal Kependidikan Islam, 92-94.

 


 

LAMPIRAN

Surat Pengajuan Perizinan Observasi ke SMP Negeri 26 Banjarmasin

 

Surat Resmi Perizinan Observasi ke SMP Negeri 26 Banjarmasin

 

Tampak Depan SMP Negeri 26 Banjarmasin

 

Denah Tanah dan Bangunan SMP Negeri 26 Banjarmasin


Proses Wawancara bersama Bapak Rudi Hasbi, S. Pd.

Proses Wawancara bersama Ibu Erna Sudriastuti, S. Pd.


Wawancara bersama Siswi SMP Negeri 26 Banjarmasin


Proses Kegiatan Belajar-Mengajar di SMP Negeri 26 Banjarmasin

 

Proses Kegiatan Belajar-Mengajar di SMP Negeri 26 Banjarmasin

 

Gerbang SMP Negeri 26 Banjarmasin


Bangunan SMP Negeri 26 Banjarmasin


Bangunan SMP Negeri 26 Banjarmasin


Bangunan SMP Negeri 26 Banjarmasin


Bangunan SMP Negeri 26 Banjarmasin


Kantin SMP Negeri 26 Banjarmasin


Fasilitas lainnya







Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Perjalanan Seorang Anak melalui Lukanya

WIRAUSAHA PENGOLAHAN KALDU JAMUR TIRAM BUBUK