LAPORAN HASIL OBSERVASI IMPLEMENTASI PENDIDIKAN PAULO FREIRE DI SMPN 26 BANJARMASIN
LAPORAN HASIL OBSERVASI IMPLEMENTASI PENDIDIKAN
PAULO FREIRE DI SMPN 26 BANJARMASIN
Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas pada
mata kuliah
Pengantar Pendidikan
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. H. Hamsi Mansur, M.M.Pd.
Eka Oktaviani, M.Pd.
Disusun oleh:
Khairunnisa
(NIM 2310117220028)
PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2023
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT. Yang Maha
Pengasih Maha Penyayang. Penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT.
yang telah menganugrahkan segala nikmat, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan observasi ini guna memenuhi tugas Ujian Akhir
Semester (UAS) pada mata kuliah Perkembangan Peserta Didik dengan judul
“Laporan Hasil Observasi Implementasi Pendidikan Paulo Freire di SMPN 26
Banjarmasin”. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada jujungan
kita Nabi Besar Muhammad SAW, yang selalu dinantikan Syafaatnya hingga Yaumil
Qiyamah.
Atas dukungan moral dan materil yang diberikan
dalam penyusunan makalah ini, penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Prof.
Dr. H. Hamsi Mansur, M.M.Pd. dan Ibu Eka Oktaviani, M.Pd. selaku dosen Mata
Kuliah Pengantar Pendidikan dan penulis ucapkan terima kasih pula kepada semua
pihak yang telah bersedia membantu sehingga laporan ini dapat diselesaikan
tepat pada waktunya.
Penulis menyadari laporan ini tentu masih
banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran
yang membangun dari para pembaca agar penulis dapat memperbaiki makalah ini.
Semoga makalah hasil observasi ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat
bagi kita semua.
Banjarmasin,
11 Desember 2023
Penulis
Khairunnisa
DAFTAR ISI
2.2 Perkembangan
Kurikulum di Indonesia
2.3.1 Definisi Full day School
2.3.2 Faktor yang Melatarbelakangi Full Day School
2.5 Definisi
Pendidikan Menurut Paulo Freire
2.6 Relevansi
Kurikulum dengan Konsep Pendidikan Paulo Freire
2.6.1 Relevansi Kurikulum 2013 (K-13) dengan Konsep
Pendidikan Paulo Freire
2.6.2 Relevansi Kurikulum Merdeka Belajar dengan
Konsep Pendidikan Paulo Freire
3.2 Tempat
dan Waktu Penelitian
BAB IV HASIL DAN ANALISIS
PENELITIAN
4.1.2
Visi-Misi SMP Negeri 26 Banjarmasin
4.1.3 Struktur Organisasi SMP Negeri 26
Banjarmasin
4.1.4 Keadaan Gedung SMP Negeri 26 Banjarmasin
4.1.5 Keadaan Lingkungan Sekolah
4.1.6 Identitas Narasumber Wawancara
4.2.1 Relevansi Konsep Pendidikan Paulo Freire di SMP Negeri 26 Banjarmasin
4.2.2 Faktor Implementasi Konsep Pendidikan
Paulo Freire di SMP Negeri 26
Banjarmasin
4.2.3 Penerapan Sistem Full Day School di SMP Negeri 26 Banjarmasin
4.2.4 Relevansi Kurikulum dengan Konsep
Pendidikan Paulo Freire di SMP Negeri 26 Banjarmasin
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pendidikan memiliki peran
krusial dalam membentuk kehidupan manusia, dan perubahan dalam sistem
pendidikan menjadi suatu keniscayaan menghadapi dinamika perkembangan zaman.
Pendidikan di Indonesia sendiri telah mengalami transformasi yang signifikan,
melibatkan berbagai aspek penting seperti kurikulum, metode pengajaran, dan
tuntutan global terhadap kualitas lulusan. Meskipun demikian, perubahan ini
tidak selalu mencerminkan pemahaman mendalam terhadap tantangan pendidikan saat
ini.
Salah satu isu yang sering
muncul adalah adanya ketidaksesuaian antara perubahan yang diinginkan dengan
realitas di lapangan. Terkadang, pendidikan dianggap hanya sebagai alat untuk
membentuk generasi sesuai dengan harapan masyarakat, dan hal ini mengakibatkan
kurangnya ruang gerak bagi peserta didik dalam pengembangan diri mereka.
Pendidikan terkadang menjadi terlalu sentralistik, dengan sekolah dianggap
sebagai lembaga yang hanya memenuhi kepentingan negara.
Pendidikan di Indonesia terus
mengalami perkembangan dan transformasi dalam rangka meningkatkan kualitas
pembelajaran. Salah satu pendekatan yang menjadi perhatian adalah pendekatan Paulo
Freire, seorang pendidik dan filsuf asal Brasil yang mengemukakan teori
pendidikan kritis dan pembebasan. Paulo Freire menekankan konsep pendidikan
sebagai alat pembebasan, di mana siswa tidak hanya sebagai objek, tetapi juga
sebagai subjek yang aktif dalam proses pembelajaran.
Agar manusia dapat bertindak atau berbuat demikian, maka tiap individu
harus berusaha memperoleh pengetahuan yang benar berkaitan dengan keberadaan
segala sesuatu yang ada, caranya yaitu mereka harus melakukan proses berpikir
untuk mengetahui apa, darimana, dan bagaimana tujuan dari keberadaan tersebut.
Berdasarkan makna dan hakikat filsafat, maka sejatinya pendidikan memiliki
peran untuk membangun filsafat hidup manusia, agar dapat dijadikan sebagai
petunjuk dan pedoman dalam menjalani kehidupan, agar dapat berjalan dengan baik
dan teratur
Pada masa sekarang, SMPN 26
Banjarmasin telah mengadopsi dua kurikulum utama, yaitu Kurikulum 2013 (K-13)
dan Kurikulum Merdeka. Kurikulum 2013 merupakan kurikulum nasional yang
dikembangkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Sementara
itu, Kurikulum Merdeka adalah upaya pemerintah untuk memberikan keleluasaan
kepada sekolah dalam pengembangan kurikulum sesuai dengan karakteristik dan
kebutuhan peserta didik.
Dalam konteks inilah, Paulo
Freire muncul sebagai tokoh yang kritis terhadap pendidikan yang bersifat
doktriner dan dogmatis. Melalui konsep pendidikan kritis progresif, Freire
mengajukan pandangan bahwa pendidikan seharusnya menjadi sarana pembebasan,
bukan hanya penumpukan pengetahuan. Konsep "banking concept of
education," di mana siswa dianggap sebagai depositories dan guru
sebagai depositor, dianggap oleh Freire sebagai dehumanisasi.
Untuk itu sekolah harusnya tidak hanya menciptakan proses pembelajaran
yang menjadikan siswa sebagai objek dari penyampaian materi yang disampikan
oleh guru, tanpa diberikan kebebsan untuk melakukan proses refleksi dan koreksi
atau bahkan kritis terhadap apa yang disampaikan oleh guru
Namun, implementasi konsep
pendidikan menurut Paulo Freire masih menjadi perdebatan di dunia pendidikan
Indonesia. Dalam konteks ini, laporan observasi ini bertujuan untuk memberikan
gambaran mendalam tentang bagaimana konsep pendidikan Paulo Freire
diimplementasikan di sebuah sekolah menengah pertama di tingkat lokal. Melalui
identifikasi, analisis, dan tanggapan terhadap kebutuhan pendidikan, penelitian
ini diharapkan dapat memberikan kontribusi penting dalam pemahaman lebih lanjut
tentang dampak nyata implementasi konsep pendidikan Paulo Freire terhadap
proses belajar-mengajar di lembaga tersebut. Hasil penelitian ini diharapkan
dapat menjadi landasan untuk perubahan yang lebih progresif dalam sistem
pendidikan di Indonesia.
Melihat keunikan dan
keberagaman pendekatan pendidikan yang dipelopori oleh Paulo Freire, implementasinya
di SMPN 26 Banjarmasin menjadi hal yang menarik untuk diamati. Pendidikan Paulo
Freire menitikberatkan pada pendekatan kritis dan partisipatif, yang berpotensi
memberikan dampak signifikan terhadap kemampuan kritis, kreatif, dan
komunikatif siswa. Oleh karena itu, penulis melakukan observasi guna
menganalisis bagaimana Pendidikan Paulo Freire diimplementasikan di SMPN 26
Banjarmasin, khususnya dalam konteks kurikulum K-13 dan Kurikulum Merdeka.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian di atas,
maka masalah yang akan diteliti dalam observasi ini dapat dinyatakan secara
umum dengan rumusan sebagai berikut. “Bagaimana implementasi pendekatan
Pendidikan Paulo Freire di SMPN 26 Banjarmasin, dengan mengadopsi Kurikulum
2013 (K-13) dan Kurikulum Merdeka, memengaruhi kualitas pembelajaran dan
perkembangan kritis, kreatif, serta komunikatif siswa?”
Adapun rumusan masalah yang akan diteliti dalam
observasi ini secara khusus dinyatakan sebagai berikut.
2. 2. Bagaimana adaptasi pendekatan Pendidikan Paulo Freire terhadap
Kurikulum 2013 (K-13) di SMPN 26 Banjarmasin?
3. 3. Bagaimana pendekatan Pendidikan Paulo Freire diintegrasikan dengan
Kurikulum Merdeka di SMPN 26 Banjarmasin?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan
observasi ini adalah untuk mengetahui implementasi pendekatan Pendidikan Paulo
Freire di SMPN 26 Banjarmasin, dengan mengadopsi Kurikulum 2013 (K-13) dan
Kurikulum Merdeka, dalam memengaruhi kualitas pembelajaran dan perkembangan
kritis, kreatif, serta komunikatif siswa. Laporan ini juga dibuat guna
memenuhi tugas individu Ujian Akhir Semester pada mata kuliah Pengantar
Pendidikan. Adapun tujuan khusus
observasi ini sebagai berikut.
- Untuk menganalisis konsep pendidikan menurut Paulo Freire
diaplikasikan dalam proses pembelajaran di SMPN 26 Banjarmasin.
- Untuk mengetahui adaptasi pendekatan Pendidikan Paulo Freire
terhadap Kurikulum 2013 (K-13) di SMPN 26 Banjarmasin.
- Untuk mengetahui adaptasi pendekatan Pendidikan Paulo Freire
diintegrasikan dengan Kurikulum Merdeka di SMPN 26 Banjarmasin.
BAB II
LANDASAN
TEORI
2.1 Definisi
Kurikulum
Kurikulum secara etimologis
berasal dari bahasa Yunani yaitu curir yang berarti pelari dan curare
yang berarti tempat berlari. Selain itu, istilah kurikulum berasal dari dunia
olahraga zaman Romawi di Yunani, yang dapat diartikan sebagai jarak. Jarak
disini maksudnya jarak yang harus ditempuh pelari dari start sampai finish
Menurut S. Nasution
Kurikulum dijadikan sebagai posisi strategis yang berada secara umum
yang terdiri dari visi, misi, tujuan, dan pedoman dari pendidikan tersebut.Sifat
kurikulum yang dinamis sehingga akan mengalami perubahan secara fleksibel dan
futuristic
Menurut Abdul Majid
1.
Kurikulum sebagai
substansi. Suatu kurikulum dipandang sebagai suatu rencana kegiatan belajar
bagi siswa di sekolah, atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai.
Suatu kurikulum juga dapat diartikan suatu dokumen yang berisi rumusan tentang
tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar mengajar, jadwal dan evaluasi.
2.
Kurikulum sebagai sistem,
yaitu sistem kurikulum. Sistem merupakan bagian dari sistem persekolahan,
sistem pendidikan. Suatu sistem kurikulum mencakup suatu sistem personalia, dan
prosedur kerja bagaimana cara agar dapat menyusun suatu kurikulum,
melaksanakan, mengevaluasi, dan menyempurnakannya. Hasil dari suatu sistem
kurikulum adalah tersusunnya satu kurikulum, dan fungsi dari sistem kurikulum
adalah bagaimana memelihara kurikulum agar tetap dinamis.
3.
Kurikulum sebagai studi,
yaitu kurikulum dapat menjadi bidang ahli suatu kajian atau ahli pendidikan
yang bertujuan mengembangkan ilmu pengetahuan mengenai kurikulum serta sistem
kurikulum yang berlaku (Fujiawati dalam Madhakomala, 2016).
2.2
Perkembangan Kurikulum di
Indonesia
Kurikulum di Indonesia telah mengalami perubahan sejak Kemerdekaan Indonesia,
secara keseluruhan Pancasila merupakan panduan dalam perumusan kurikulum.
Sejarah mencatat dimulai dari 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004,
2006 serta yang terbaru 2013. Berikut akan dipaparkan mengenai perkembangan
kurikulum di Indonesia.
1.
Kurikulum 1947 (Ieer
Plan)
Pancasila sebagai Azas Pendidikan, Kurikulum ini merupakan tonggak
pertama masa kemerdekaan Indonesia. Pancasila dijadikan azas pendidikan.
Diperkenalkan pada 1950.
2.
Kurikulum 1952 (Rencana
Pelajaran Terurai 1952)
Pengembangan dari Kurikulum 1947, merupakan penyempurnaan dari kurikulum
sebelumnya. Menekankan pengaitan rencana pelajaran dengan kehidupan
sehari-hari.
3.
Kurikulum 1964
(Rencana Pendidikan 1964)
Fokus pada pengetahuan akademik untuk pendidikan dasar. Pendidikan berpusat pada Pancawardhana yang melibatkan lima kelompok bidang studi.
4.
Kurikulum 1968
Pembinaan Jiwa Pancasila, munculnya orientasi baru sesuai dengan
perubahan UUD 1945. Tujuannya adalah membentuk manusia pancasila sejati dengan
penekanan pada kecerdasan, keterampilan, moral, budi pekerti, dan keyakinan
beragama.
5.
Kurikulum 1975
Satuan Pelajaran dan MBO, pengenalan konsep Satuan Pelajaran, menekankan
efisiensi dan efektivitas berlandaskan pada MBO (management by objective).
6.
Kurikulum 1984
(Kurikulum CBSA)
Process Skill Approach, menekankan pada proses belajar siswa dan dikenal
dengan "Kurikulum 1975 yang disempurnakan." Siswa sebagai subjek
belajar dengan pendekatan CBSA.
7.
Kurikulum 1994
Caturwulan dan Pemahaman Konsep, mengubah sistem semester menjadi caturwulan.
Fokus pada pemahaman konsep dan keterampilan pemecahan masalah.
8.
Kurikulum 2004 (KBK)
Kurikulum Berbasis Kompetensi, menitikberatkan pada pengembangan
kompetensi siswa, orientasi pada hasil, dan pengalaman belajar bermakna.
9.
Kurikulum 2006 (KTSP)
Kebebasan Guru, memiliki kesamaan dengan Kurikulum 2004, namun
memberikan lebih banyak kebebasan kepada guru dalam perencanaan pembelajaran.
10. Kurikulum
2013
Kurikulum 2013 disiapkan untuk mempersiapkan generasi yang siap
untuk menghadapi masa depan serta mengantisipasi perkembangan masa depan. Tujuan
dari Kurikulum 2013 adalah untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki
kemapuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang berimanan, kreatif,
inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Nomor 36 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 59 Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Sekolah
Menengah Atas/Madrasah Aliyah halaman 3 dijelaskan karakteristik Kurikulum 2013
sebagai berikut.
1) Mengembangkan keseimbangan antara sikap spiritual dan sosial,
pengetahuan, dan keterampilan, serta menerapkannya dalam berbagai situasi di
sekolah dan masyarakat;
2) Menempatkan sekolah sebagai bagian dari masyarakat yang
memberikan pengalaman belajar agar peserta didik mampu menerapkan apa yang
dipelajari di sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber
belajar;
3) Memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai
sikap, pengetahuan, dan keterampilan;
4) Mengembangkan kompetensi yang dinyatakan dalam bentuk kompetensi
inti kelas yang dirinci lebih lanjut dalam kompetensi dasar mata pelajaran;
5) Mengembangkan kompetensi inti kelas menjadi unsur pengorganisasi
(organizing elements) kompetensi dasar. Semua kompetensi dasar dan proses
pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam
kompetensi inti;
6) Mengembangkan kompetensi dasar berdasar pada prinsip akumulatif,
saling memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antarmata pelajaran
dan jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal).
11. Kurikulum
Merdeka
Berdasarkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), kurikulum
merdeka belajar merupakan kebijakan yang ditetapkan oleh Kementerian
Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (KEMENDIKBURISTEK) diberikan
kepada satuan pendidikan sebagai langkah tambahan digunakan dalam rangka
pemulihan pembelajaran pada waktu tahun 2022-2024.
Menurut
Berikut perbedaan yang diperoleh pada Kurikulum Merdeka Belajar
dengan Kurikulum sebelumnya yang berlaku pada jenjang SD, SMP, SMA, dan
Perguruan Tinggi:
1) Jenjang
SD Pada kurikulum merdeka belajar, penerapannya pada penggabungan mata
pelajaran IPA dan IPS menjadi satu yaitu “Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial) dan
menjadikan mata pelajaran Bahasa Inggris yang awalnya berupa mata pelajaran
pokok menjadi mata pelajaran pilihan.
2) Jenjang
SMP Pada kurikulum merdeka belajar, penerapan mata pelajaran Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK) yang awalnya berupa mata pelajaran pilihan, maka
menjadi mata pelajaran wajib yang harus dimiliki oleh semua jenjang SMP.
3) Jenjang
SMA/SMK Pada kurikulum merdeka belajar, tidak ada lagi peminatan seperti
IPA,IPS, atau Bahasa. Lalu di jenjang SMK model pembelajaran yang didesain
lebih sederhana berupa 70% mata pelajaran kejuruan dan sisanya mata pelajaran
umum. Tidak hanya itu pada jenjang SMA/SMK masa pendidikan siswa dituntut untuk
dapat menghasilkan produk berupa esai ilmiah seperti halnya mahasiswa yang
menyelesaikan tugas akhir berupa skripsi. Hal itu diperuntukkan untuk para
siswa agar mampu berpikir kritis, ilmiah dan analitis.
4) Perguruan
Tinggi Pada kurikulum merdeka belajar, mahasiswa diberikan kesempatan terbuka
untuk mempelajari banyak hal sesuai dengan minatnya tanpa terbatasi oleh
program studi yang ditempuh. Hal tersebut dapat dilaksanakan dengan beberapa
cara seperti magang, pertukaran mahasiswa, penelitian, wirausaha, KKN atau
projek-projek independent.
Dengan menekankan sentralitas pembelajaran siswa, kurikulum yang
terbentuk oleh Kebijakan Merdeka Belajar akan berkarakteristik fleksibel,
berdasarkan kompetensi, berfokus pada pengembangan karakter dan keterampilan
lunak, dan akomodatif terhadap kebutuhan DU/DI.
2.3 Kebijakan
Full Day School
2.3.1 Definisi Full day School
Full day school merupakan salah satu dari kebijakan Pendidikan
yang ditetapkan oleh Menteri Mendikbud Muhadjir Effendy, tertuang pada
peraturan pemerintah Nomor 23 Tahun 2017. Full day school bisa dikatakan
sebagai program sekolah yang dilakukan selama sehari penuh yang dimulai dari
pukul 07.00 sampai 16.00 WIB. Dalam pasal 2 ayat 1 Pemendikbud No.23 tahun 2017
menyebutkan bahwa dalam pembelajaran full day school dilaksanakan selama
delapan jam dalam satu hari atau 40 jam dalam satu minggu. Dilanjutkan pada
pasal 5 ayat 1 disebutkan bahwa hari sekolah digunakan bagi peserta didik untuk
melaksanakan kegiatan intrakurikuler, kokurikuler dan ekstrakurikuler.
Sementara itu, penerapan full day school bertujuan guna membentuk
karakter peserta didik sesuai dengan nilai-nilai yang tertulis di UUD 1945,
seperti integritas, mandiri, nasionalis, gotong royong dan religious
Full
day school adalah salah satu karya cerdik para pemikir dan praktisi
pendidikan untuk mensiasati minimnya kontrol orang tua terhadap anak di luar
jam-jam sekolah formal sehingga sekolah yang awalnya dilaksanakan 5 sampai 6
jam berubah menjadi 8 bahkan sampai 9 jam
2.3.2 Faktor yang Melatarbelakangi Full Day
School
Menurut
1)
Minimnya waktu orang tua di
rumah berinteraksi dengan anak dikarenakan kesibukan dari tuntutan pekerjaan.
2)
Meningkatnya single
parents dan banyaknya aktifitas orang tua yang kurang memberikan perhatian
pengawasan dan keamanan, serta kenyamanan terhadap segala tuntutan kebutuhan
anak, terutama bagi anak usia dini.
3)
Perlunya formulasi jam
tambahan keagamaan bagi anak dikarenakan minimnya waktu orang tua bersama anak.
4)
Peningkatan kualitas
pendidikan sebagai sebuah alternatif solusi terhadap berbagai permasalahan
kemerosotan bangsa, terutama akhlak.
5)
Semakin canggihnya dunia
komunikasi, membuat dunia seolah-olah tanpa batas (borderless world)
yang dapat mempengaruhi perilaku anak jika tidak mendapat pengawasan dari orang
dewasa.
2.4
Biografi Paulo Freire
Paulo
Reglus Neves Freire, dikenal sebagai "Bapak Pendidikan Kritis,"
adalah seorang filsuf dan pendidik Brasil yang lahir pada 19 September 1921 di
Recife, Brasil bagian timur laut. Freire dikenal atas kontribusinya dalam
mengembangkan teori pendidikan kritis dan partisipatif, khususnya melalui
karyanya yang terkenal, "Pendidikan Kaum Tertindas." Freire diakui
sebagai ikon perjuangan untuk pendidikan yang memerdekakan dan memberdayakan
kaum miskin.
Dengan
latar belakang sebagai seorang pengacara dan pengalaman penjara selama rezim
militer Brasil, Freire membawa pengaruh besar terhadap dunia pendidikan global.
Menurutnya, sistem pendidikan yang ada tidak memihak rakyat miskin dan justru
menjadi alat penindasan. Freire menegaskan perlunya menghapus sistem yang ada
dan menggantinya dengan sistem yang lebih mengutamakan kaum miskin
Freire
lahir dari orang tua yang diakui sebagai berbudi pekerti baik, cakap, dan mampu
menumbuhkan rasa cinta sesama. Meskipun mengalami masa kecil sulit akibat
krisis ekonomi, Freire tetap menantikan kesempatan untuk melanjutkan ke sekolah
lanjutan setelah situasi ekonomi keluarganya membaik
Setelah
mendalami filsafat dan psikologi bahasa di Fakultas Hukum Universitas Recife,
Freire beralih ke bidang pendidikan. Pada tahun 1944, ia menikahi Elza Maia
Costa Oliviera dan memiliki lima anak. Meskipun lulus sebagai sarjana hukum,
Freire berfokus pada pendidikan dan bekerja di berbagai posisi di bidang
tersebut, terutama dalam berinteraksi langsung dengan kaum miskin di Brasil.
Pengalaman
ini menjadi dasar penelitian dan metode dialogisnya yang terkenal pada tahun
1961. Freire berhasil menarik kaum buta aksara untuk belajar membaca dan
menulis dalam waktu singkat. Pada tahun 1959, ia meraih gelar doktor dalam
sejarah dan filsafat pendidikan, dan di tahun-tahun berikutnya, Freire terlibat
dalam pekerjaan kemanusiaan di berbagai negara seperti Chili dan Swiss.
Freire
menghadapi penjara selama 70 hari pada tahun 1964 setelah kudeta militer di
Brasil. Inspirasi dan pemikiran-pemikirannya berkembang melalui pengalaman
tersebut, dan ia terus menjadi aktivis dan penasihat pendidikan di seluruh
dunia. Pada tahun 1991, Institut Paulo Freire didirikan di São Paulo sebagai
pusat penelitian dan pengembangan teori-teori pendidikan kritis.
Meskipun
meninggal pada 2 Mei 1997 karena serangan jantung, pemikiran dan konsep-konsep
Paulo Freire terus memengaruhi pendidikan kritis dan praktik pendidikan di
seluruh dunia, menjadikannya salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah
pendidikan global.
Buku-buku
monumentalnya, seperti "Pendidikan sebagai Praktek Pembebasan" dan
"Pendidikan Kaum Tertindas," terus menjadi rujukan penting di
kalangan ilmuwan pendidikan. Paulo Freire tetap fenomenal dan penuh inspirasi,
memberikan pencerahan kepada banyak ilmuwan, praktisi, dan pengamat pendidikan
2.5 Definisi
Pendidikan Menurut Paulo Freire
Paulo Freire adalah seorang tokoh pendidikan
dan teoritikus pendidikan Brazil yang berpengaruh di dunia. Saat dewasa Paulo
bekerja sebagai Direktur di bagian Pendidikan dan Kebudayaan SESI (pelayanan
sosial) tepatnya di negara bagian Pernambuco pada tahun 1946 – 1954 dari
pekerjaannya ini membuat Paolo berkontak langsung dengan kaum miskin di kota-kota.
Dari pengalamannya tersebut bermanfaat sebagai bahan penelitian metode dialogis
dalam pendidikan pada tahun 1961. Selama masa jabatannya Paulo melaksanakan
sebuah program dimana program tersebut memiliki tujuan untuk memberantas buta
huruf yang dialami ribuan petani miskin di timur laut. Metode ini dikenal
dengan nama “Metode Paulo Freire”.
Pendidikan
pembebasan menurut Paulo Freire merupakan proses bagi seorang manusia untuk
menemukan hal yang paling penting dalam kehidupannya, yakni terbebas dari
segala hal yang mengekang kemanusiannya menuju kehidupan yang penuh dengan
kebebasan
Pada
konsep pendidikan pembebasan yang dikemukakan oleh Paulo memiliki penafsiran
bahwa pendidikan yang ada harusnya dapat membuat pelajar atau peserta didiknya
merasakan kebebasan baik kebebasan berpikir terutama kebebasan untuk bersuara
untuk mengeluarkan pendapatnya. Paulo juga mengemukakan menurut penafsirannya
bahwa tujuan utama dari sebuah pendidikan adalah untuk membuka mata para
peserta didiknya guna menyadari realitas ketertindasan yang ada kemudian
bertindak melakukan transformasi realistis.
Dalam
buku Education as the Practice of Freedom in Education for Critical
Consciousness, Paulo mengemukakan bahwa pendidikan harus menjadi sebuah
sarana dalam proses pemerdekaan (humanisasi), bukan sebuah penjinakan
(domestikasi) sosial yang seringkali terjadi di dalam dunia ketiga (negaranya),
dimana pendidikan digunakan sebagai alat untuk melegitimasi kehendak penguasa
kepada masyarakat yang tidak memiliki kekuasaan, maka dengan itu pendidikan
harus dianggap sebagai aksi dan refleksi untuk mengubah realitas, penindasan
menuju kebebasan.
2.6
Relevansi Kurikulum dengan
Konsep Pendidikan Paulo Freire
2.6.1 Relevansi Kurikulum 2013 (K-13) dengan Konsep
Pendidikan Paulo Freire
Kurikulum 2013 memiliki keterkaitan
dengan konsep pendidikan pembebasan yang diperkenalkan oleh Paulo Freire. Salah
satu titik persamaan terletak pada fokus keduanya untuk mempersiapkan generasi
yang siap menghadapi masa depan dan mengantisipasi perkembangan zaman. Freire,
dalam konsep pendidikan pembebasannya, menekankan pada pembangunan kesadaran
kritis dan kreativitas untuk mengatasi realitas sosial yang terus berubah.
Begitu pula dengan Kurikulum 2013 yang bertujuan menciptakan peserta didik yang
lebih baik, lebih kreatif, inovatif, dan produktif dalam menghadapi tantangan
masa depan.
Freire menegaskan pentingnya
membangun pemahaman kritis dan kemampuan berpikir mandiri di antara peserta
didik, yang sejalan dengan tujuan Kurikulum 2013 untuk mendorong peserta didik
melakukan observasi, bertanya, dan berpikir analitis. Konsep pendidikan
pembebasan menekankan pada kebebasan berpikir dan bersuara, dan Kurikulum 2013
mencerminkan hal ini dengan memotivasi peserta didik untuk berpikir lebih luas
dan kreatif.
Kedua konsep ini juga menekankan
pada pengembangan kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Kurikulum
2013 berfokus pada pembelajaran yang terpadu, mencakup kompetensi dalam
berbagai aspek kehidupan, termasuk alam, sosial, seni, dan budaya. Pendidikan
pembebasan menurut Freire juga mengarah pada pengembangan kesadaran sosial dan
moral, yang sejalan dengan tujuan Kurikulum 2013 untuk membentuk peserta didik
yang memiliki kompetensi sikap yang lebih baik.
Dalam menghadapi tantangan internal dan
eksternal, baik Kurikulum 2013 maupun konsep pendidikan pembebasan Paulo Freire
mengakui perlunya penyesuaian dan pengembangan. Keduanya mengakui bahwa
pendidikan harus responsif terhadap perkembangan zaman, tantangan global, dan
kebutuhan masyarakat. Freire menekankan kebutuhan untuk beradaptasi dengan
perubahan sosial dan menyelesaikan ketidaksetaraan, sementara Kurikulum 2013
menanggapi tantangan masa depan, globalisasi, dan perkembangan teknologi. Dengan
demikian, Kurikulum 2013 dan konsep pendidikan pembebasan Paulo Freire memiliki
keterkaitan dalam visi mereka untuk menciptakan pendidikan yang relevan,
responsif, dan memberdayakan peserta didik untuk menghadapi tantangan masa
depan dengan kritis, kreatif, dan mandiri.
2.6.2 Relevansi Kurikulum Merdeka Belajar dengan Konsep
Pendidikan Paulo Freire
Kurikulum Merdeka Belajar memiliki
keterkaitan yang erat dengan konsep pendidikan pembebasan yang dikemukakan oleh
Paulo Freire. Salah satu aspek utama yang mencerminkan keterkaitan tersebut
adalah pemberian kebebasan kepada peserta didik dalam proses pembelajaran.
Seperti yang dijelaskan, kurikulum ini dirancang untuk menciptakan kebiasaan
belajar yang inovatif, di mana peserta didik diberikan fleksibilitas dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran.
Paulo Freire menyuarakan pendidikan
pembebasan yang memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk berpikir dan
bersuara. Kurikulum Merdeka Belajar mencerminkan prinsip ini dengan memberikan
keleluasaan kepada peserta didik untuk mengeluarkan pendapatnya, berpartisipasi
dalam diskusi, dan berkontribusi dalam proses pembelajaran. Hal ini sejalan
dengan ide bahwa pendidikan seharusnya menjadi alat pembebasan dari
ketidaksetaraan dan penindasan.
Kebijakan Merdeka Belajar-Kampus
Merdeka mencerminkan pembebasan melalui pendidikan. Dengan memberikan kebebasan
kepada mahasiswa untuk memilih beban belajar di luar program studi, kurikulum
ini menggambarkan pendekatan yang berorientasi pada kebutuhan individu dan
mengakui kebebasan dalam mengejar pengetahuan di berbagai bidang.
Secara keseluruhan, keterkaitan antara
Kurikulum Merdeka Belajar dengan konsep pendidikan pembebasan Paulo Freire
terletak pada pemberian kebebasan kepada peserta didik dan pendekatan berbasis
kebutuhan yang mendukung pembebasan melalui pendidikan. Konsep ini mencerminkan
visi untuk menciptakan lingkungan pembelajaran yang mendukung pertumbuhan
holistik peserta didik, membentuk karakter yang mandiri, dan mendorong
kreativitas serta pemikiran kritis.
BAB IV
METODOLOGI
PENELITIAN
3.1
Jenis Penelitian
Metodologi
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.
Pendekatan ini dipilih dengan tujuan utama untuk menggambarkan keadaan di balik
fenomena implementasi pendidikan Paulo Freire di SMP Negeri 26 Banjarmasin.
Pengumpulan data dilakukan melalui berbagai metode, termasuk wawancara, dokumentasi
lapangan, dokumen pribadi, catatan memo, dan dokumen resmi. Metode ini sesuai
dengan pendekatan kualitatif yang lebih mengandalkan data deskriptif non-angka,
memungkinkan pemahaman konteks dan gambaran menyeluruh terkait implementasi
pendidikan Paulo Freire.
Analisis
data dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif, dengan fokus mencocokkan
realita empirik yang ditemukan dengan teori yang berlaku. Metode diskriptif
digunakan dalam analisis untuk memberikan pemahaman yang mendalam tentang
proses implementasi pendidikan Paulo Freire di sekolah. Dengan fenomena yang
kompleks, seperti partisipasi siswa, interaksi guru-siswa, relevansi pendidikan
dengan kurikulum, perubahan dalam pendekatan pembelajaran, dan pengaruh
terhadap karakter siswa, pendekatan kualitatif memberikan ruang untuk
menjelajahi dan menjelaskan aspek-aspek ini dengan lebih rinci.
Pentingnya
memahami konteks sekolah, termasuk dinamika sekolah, budaya sekolah, dan
tantangan khusus yang mungkin dihadapi dalam implementasi pendidikan Paulo
Freire, menjadi alasan tambahan dalam penggunaan pendekatan kualitatif. Dengan
demikian, penelitian ini memilih metode kualitatif sebagai landasan untuk
mendapatkan wawasan yang lebih mendalam dan kontekstual tentang pengalaman
implementasi pendidikan Paulo Freire di SMP Negeri 26 Banjarmasin.
3.2
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 26 Banjarmasin, yang terletak
di jalan Jend. A. Yani km 2,5 No. 180 RT 15 RW 05, kota Banjarmasin. Pengambilan
data primer yang langsung dikumpulkan oleh peneliti dari narasumber
dilaksanakan pada tanggal 29 November 2023. Sementara itu, pengumpulan data
sekunder, pengolahan data, serta penyusunan laporan dilaksanakan dalam rentang
waktu antara 30 November hingga 11 Desember 2023.
3.3
Teknik Pengumpulan Data
Teknik
pengumpulan data perlu dilakukan agar observasi menjadi lebih terarah dan
mengetahui batasan-batasan dari proses observasi yang akan dilakukan sehingga
data atau hasil yang didapatkan dalam observasi lebih mudah diperoleh dan juga
relevan serta sesuai dengan fakta yang ada. Adapun metode pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini ada tiga yakni: observasi (observation),
wawancara (interview), dan dokumentasi (documentation).
Observasi
merupakan teknik dalam mengumpulkan data kualitatif dengan melakukan pengamatan
secara langsung di lapangan atau lingkungan penelitian. Hal-hal yang
diobservasi adalah strategi yang dilakukan oleh pendidik dalam implementasi
konsep pendidikan Paulo Freire di SMP Negeri 26 Banjarmasin. Dengan tujuan
untuk memperoleh data mengenai lokasi, lingkungan sekolah, sarana dan
prasarana, serta data-data konkrit seperti: profil umum, visi-misi, keadaan guru
dan tenaga pengajar, keadaan siswa, dan lain sebagainya.
3.4
Subjek Penelitian
Subjek penelitian dalam konteks implementasi konsep pendidikan
pembebasan menurut Paulo Freire di SMP Negeri 26 Banjarmasin mencakup tiga
kelompok utama: guru pengajar dan wakil kesiswaan, guru bimbingan konseling,
serta siswa.
1.
Guru Pengajar dan Wakil
Kesiswaan
Subjek
penelitian ini adalah guru mata pelajaran yang juga menjabat sebagai wakil
kesiswaan di SMP Negeri 26 Banjarmasin. Wawancara dengan guru ini bertujuan
untuk mendapatkan wawasan mendalam mengenai pengelolaan dan penerapan konsep
pembelajaran dialogis Paulo Freire. Guru ini diharapkan mampu memberikan
informasi terkait aspek pengajaran, kegiatan ekstrakurikuler, dan bagaimana
konsep pembebasan terintegrasi dalam proses pembelajaran di sekolah.
2.
Guru Bimbingan Konseling
Fokus pada guru bimbingan konseling di sekolah, subjek
penelitian ini akan memberikan informasi lebih lanjut mengenai sumber daya
manusia sekolah, terutama dari perspektif kesejahteraan dan panduan akademis.
Guru bimbingan konseling dapat memberikan pandangan unik terkait aspek
kesejahteraan siswa dan dukungan yang diberikan dalam konteks penerapan konsep
pendidikan pembebasan.
3.
Siswa
Subjek penelitian juga melibatkan siswa bertujuan untuk
mengeksplorasi perbedaan pengelolaan kurikulum pembelajaran di berbagai
tingkatan. Partisipasi siswa diharapkan dapat memberikan perspektif langsung
dari penerima pendidikan, mencakup sudut pandang mereka terkait kebutuhan dan
tantangan dalam konteks pendidikan di SMP Negeri 26 Banjarmasin.
Melibatkan
berbagai pihak terkait seperti guru mata pelajaran, wakil kesiswaan, guru
bimbingan konseling, dan siswa diharapkan dapat memberikan gambaran yang
komprehensif dan mendalam mengenai implementasi konsep pendidikan pembebasan di
lingkungan sekolah tersebut. Dengan demikian, data yang diperoleh dari subjek
penelitian ini diharapkan dapat mencakup aspek-aspek yang relevan sesuai dengan
tujuan penelitian.
3.5
Sumber dan Jenis Data
Data adalah elemen krusial dalam mengungkap suatu permasalahan dan
menjadi landasan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Terdapat dua jenis data
yang diperoleh dalam penelitian ini, yaitu:
1.
Data Primer
Data primer merujuk pada informasi yang dikumpulkan secara langsung
oleh peneliti dari sumber pertama atau
narasumber terkait. Dalam konteks penelitian ini, data primer diperoleh melalui
wawancara langsung dengan narasumber, Ibu Erna Sudriastuti, S.Pd. (48), yang
memiliki pengetahuan tentang pelaksanaan kurikulum dan implementasi konsep pendidikan
Paulo Freire di SMPN 26 Banjarmasin. Narasumber ini termasuk mereka yang
memiliki pemahaman mendalam mengenai topik penelitian dan dapat memberikan
perspektif yang berharga.
2.
Data Sekunder
Data sekunder merujuk pada informasi yang
diperoleh peneliti dari berbagai sumber tertulis seperti literatur dan dokumen
yang telah ada sebelumnya. Literature dan dokumen ini menyediakan kerangka
pengetahuan yang mendukung penelitian dengan memberikan konteks, teori, dan
informasi tambahan terkait konsep pendidikan Paulo Freire. Penggunaan data
sekunder membantu peneliti untuk memperoleh pemahaman yang lebih luas dan
mendalam terhadap tema penelitian.
BAB IV
HASIL DAN
ANALISIS PENELITIAN
4.1
Informasi Sekolah
4.1.1 Profil Sekolah
1. Nama Sekolah :
SMP Negeri 26 Banjarmasin
2. Nomor Statistik / NPSN :
201156005026 / 30304212
3. Alamat : Jl. Jend. A. Yani km 2,5 No. 180 RT 15 RW 05 Kel. Sungai Baru Kec. Banjarmasin Tengah Kota Banjarmasin
4. Nomor Telpon :
0511 – 3265780
5. Koordinat : Longitude:-3.3253 Latitude:114.6034
6. Nama Yayasan (bagi swasta) :
-
7. Nama Kepala Sekolah :
Muhdar, S.Pd., M.Pd.
No. Hp / WA : 0852
4564 2750
8. Kategori Sekolah :
Negeri
9. Tahun Beroperasi :
1997
10. Kepemilikan Tanah / Bangunan :
Milik Pemerintah
11. Luas Tanah / Status : 2552 m2/ SHM / HGB / Hak Pakai / Akte Jual-Beli / Hibah*) (Copy Site Plan-dilampirkan)
Luas Bangunan : 1338 m2
Ruang yang di usulkan : 4 buah RKB ukuran 9 m x 36 m
4.1.2 Visi-Misi
SMP Negeri 26 Banjarmasin
Visi
Sekolah :
Terwujudnya lulusan yang berprestasi di bidang
akademik maupun non akademik yang dilandasi iman, taqwa, dan berbudaya
lingkungan serta berwawasan global.
Misi Sekolah :
1.
Mewujudkan Pendidikan yang menghasilkan prestasi dan lulusan berkualitas
yang peduli terhadap lingkungan tanpa rokok dan bebas narkoba
2.
Melaksanakan proses belajar mengajar yang efektif dan efisien dengan
memanfaatkan lingkungan sebagai media pembelajaran
3.
Melaksanakan inovasi pembelajaran yang berwawasan lingkungan hidup
4.
Mewujudkan Warga Sekolah yang beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia dan
berbudaya lingkungan
5.
Mewujudkan Warga Sekolah yang cerdas, yaitu cerdas, Spiritual,
Emosional, Intelektual, Sosial dan Kinestetikal.
6.
Mewujudkan Sekolah dan warganya yang mencintai kebersihan dan
penghijauan
7.
Menyediakan sarana prasarana yang ramah lingkungan
8.
Mengupayakan pencegahan pencemaran lingkungan hidup karena sampah
9.
Mengupayakan pencegahan terjadinya kerusakan lingkungan hidup karena
sampah
10. Meningkatkan sumber daya manusia yang professional
sebagai pelestari dan penyelamat lingkungan hidup.
4.1.3 Struktur Organisasi SMP Negeri 26 Banjarmasin
Pentingnya
mencapai keberhasilan program sekolah membawa konsekuensi terhadap kebutuhan
akan organisasi yang terkelola secara efisien dan melibatkan semua pemangku
kepentingan. Melalui analisis dokumen, penelitian ini mengungkap struktur
organisasi yang berhasil dalam mendukung pencapaian tujuan sekolah. Struktur
ini mencerminkan koordinasi yang harmonis di antara berbagai bagian sekolah,
dengan setiap individu memainkan peran pentingnya untuk mendukung efisiensi dan
efektivitas manajemen sekolah.
Adapun struktur
organisasi tersebut merupakan hasil temuan dari analisis dokumentasi,
menciptakan landasan yang kokoh untuk keberhasilan program sekolah.
Keberhasilan ini tidak hanya terletak pada kepala sekolah sebagai pemimpin,
tetapi juga pada sinergi dan kerjasama antara semua pihak terlibat dalam proses
pendidikan. Adapun struktur organisasi SMP Negeri 26 Banjarmasin sebagai
berikut.
Struktur Organisasi SMP Negeri 26 Banjarmasin
Gambar 1.1 Struktur Organisasi SMP Negeri 26
Banjarmasin
4.1.4 Keadaan Gedung SMP Negeri 26 Banjarmasin
Bangunan SMP Negeri 26 Banjarmasin terdiri dari satu
gedung tidak bertingkat, dua gedung bertingkat dua, dan satu gedung bertingkat
tiga. Adapun detail bangunan SMPN 26 Banjarmasin sebagai berikut.
No. |
Nama Prasarana |
Jumlah |
Kondisi |
1. |
Ruang Kelas |
18 ruang |
Baik |
2. |
Ruang Kepala Sekolah |
1 ruang |
Baik |
3. |
Ruang Guru |
1 ruang |
Baik |
4. |
Ruang Tata Usaha |
1
ruang |
Baik |
5. |
Ruang BP/BK |
1
ruang |
Baik |
6. |
Perpustakaan |
1
ruang |
Baik |
7. |
Lab. Komputer |
1
ruang |
Baik |
8. |
Lab. IPA |
1
ruang |
Baik |
9. |
Lab. Bahasa |
1
ruang |
Baik |
10. |
Lab. Multimedia |
1
ruang |
Baik |
11. |
Mushola |
1
ruang |
Baik |
12. |
UKS |
1
ruang |
Baik |
13. |
Ruang OSIS & PMR |
1
ruang |
Baik |
14. |
Koperasi Siswa |
1
ruang |
Baik |
15. |
Kantin |
3
buah |
Baik |
16. |
Tempat Parkir |
1
ruang |
Baik |
17. |
Toilet |
10
buah |
Baik |
18. |
Tempat Cuci Tangan |
20
buah |
Baik |
Tabel 1.1 Prasarana SMP
Negeri 26 Banjarmasin
Adapun
inventaris SMP Negeri 26 terdiri dari:
No. |
Nama Sarana |
Jumlah |
Kondisi |
1. |
Kursi Kelas |
554 buah |
Baik |
2. |
Kursi Guru |
18
buah |
Baik |
3. |
Papan Tulis |
18
buah |
Baik |
4. |
Lemari |
20
buah |
Baik |
5. |
LCD |
5
buah |
Baik |
6. |
Wifi |
10
buah |
Baik |
7. |
Perangkat Komputer |
20
buah |
Baik |
8. |
Printer |
3
buah |
Baik |
9. |
Meja Lab. Komp. |
10
buah |
Baik |
10. |
Kursi Lab. Komp. |
10
buah |
Baik |
11. |
Buka Perpustakaan |
355
buah |
Baik |
12. |
Rak buku |
8
buah |
Baik |
Tabel 1.2 Sarana SMP Negeri 26 Banjarmasin
4.1.5 Keadaan Lingkungan Sekolah
SMP Negeri 26
Banjarmasin terletak strategis di jalan Jend. A. Yani km 2,5 No. 180 RT 15 RW
05, menciptakan akses yang mudah dijangkau baik oleh siswa maupun pengunjung.
Sekolah ini dikelilingi oleh lingkungan perkotaan yang ramai, dekat dengan
pemukiman warga, pertokoan, dan jalan raya. Meskipun berada di tengah-tengah
hiruk-pikuk kota, kondisi lingkungan SMP Negeri 26 Banjarmasin tetap
memancarkan kebersihan, keamanan, dan kenyamanan.
Keberadaan SMP
Negeri 26 Banjarmasin yang terhubung dengan kehidupan sekitar ini memberikan
dampak positif dalam memudahkan interaksi dan aksesibilitas, menjadikannya
sebagai bagian integral dari kehidupan masyarakat setempat. Meski demikian,
mengingat posisinya yang strategis, suara bising dari lalu lintas dan kegiatan
sekitar seringkali terdengar di sekitar area sekolah. Oleh karena itu, evaluasi
lingkungan sekolah tidak hanya mencakup aspek fisik dan estetika, tetapi juga
menitikberatkan pada kenyamanan siswa dan kondisi yang mendukung proses
pembelajaran.
a.
Data Siswa dalam 3 tahun terakhir:
Tahun Pelajaran |
Jumlah Pendaftar (Calon Siswa Baru) |
Kelas VII |
Kelas VIII |
Kelas IX |
Jumlah (KIs.VII+VIII+IX) |
||||
Jlh Siswa |
Jlh Rombel |
Jlh Siswa |
Jlh Rombel |
Jlh Siswa |
Jlh Rombel |
Siswa |
Rombel |
||
2021/2022 |
195 |
196 |
6 |
196 |
6 |
163 |
6 |
555 |
18 |
2022/2023 |
189 |
188 |
6 |
193 |
6 |
187 |
6 |
568 |
18 |
2023/2024 |
187 |
184 |
6 |
186 |
6 |
184 |
6 |
554 |
18 |
Tabel 1.3 Data Siswa dalam 3 tahun terakhir
b.
Data Ruang Kelas
Ruang Kelas |
Jumlah Ruang Kelas Asli
(d) |
Jumlah ruang lainnya yang
digunakan untuk ruang kelas (e) |
Jumlah ruang
yangdigunakan untuk ruang kelas f=(d+e) |
|||
Ukuran 7x9m2 (a) |
Ukuran >63m2 (b) |
Ukuran <63 (c) |
Jumlah d=(a+b+c) |
|||
- |
- |
13 |
13 |
Jumlah: 5 Ruang Yaitu: Lab Bahasa, Lab IPA dan Lab Multimedia |
18 |
Tabel 1.4 Data Ruang Kelas
c. Data Ruang Lainnya
Jenis Ruang |
Jumlah |
Ukuran(m2) |
Jenis Ruang |
Jumlah |
Ukuran(m2) |
1. Perpustakaan 2. Lab.IPA 3. Lab.Komputer 4. Lab.Bahasa 5. Lab. Multimedia |
1 2 1 2 1 |
7x8,5 6,5x6,5 -X- 7x8 7x8 |
6. Kesenian 7. Keterampilan 8. Serbaguna 9……………... 10..................... |
1 1 1 - - |
-X- -X- -X- -X- -X- |
Tabel 1.5 Data Ruang Lainnya
d.
Data Tenaga Pendidik
Jumlah Guru/Staf |
Bagi SMP Negeri |
Bagi SMP Swasta |
Keterangan |
Guru ASN (PNS) Guru PPPK (PNS) Guru dan STAF BOSDA Guru dan STAF BOS APBN Tata Usaha ASN (PNS) Satpam, Kebersihan,
dll |
17 6 7 9 1 4 |
-- -- -- -- -- |
-- -- -- -- -- |
Tabel 1.6 Data Tenaga Pendidik
4.1.6 Identitas Narasumber Wawancara
1.
Narasumber Pertama
Tenaga Pendidik
Nama :
Rudi Hasbi, S. Pd
Tempat, Tanggal Lahir : Cellue, 27 Juni 1984
Pendidikan Terakhir : S1/Pendidikan Fisika
Mata Pelajaran yang Diampu : IPA
Jabatan :
Guru Pengajar, Wali Kelas
2.
Narasumber Kedua
Tenaga Pendidik
Nama :
Erna Sudriastuti, S.Pd
Tempat, Tanggal Lahir : Banjarmasin, 01 April 1975
Pendidikan Terakhir : S1/Bim. & Konseling
Mata Pelajaran yang Diampu : Bimbingan dan
Konseling
Jabatan :
Guru BK
3.
Narasumber Ketiga
Siswa
Nama :
Mega Agustina
Kelas :
IX D
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia :
15 tahun
4.2
Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan observasi yang dilakukan pada subjek observasi dan
wawancara dengan beberapa narasumber, hasil observasi menunjukan bahwa subjek
observasi telah berkembang sesuai dengan perkembangan kurikulum yang relevan
dengan implementasi pendekatan
Pendidikan Paulo Freire di SMPN 26 Banjarmasin, dengan mengadopsi Kurikulum
2013 (K-13) dan Kurikulum Merdeka, memberikan pengaruh kualitas pembelajaran
dan perkembangan kritis, kreatif, serta komunikatif siswa yang baik.
Adapun detail hasil observasi adalah sebagai berikut.
4.2.1 Relevansi Konsep Pendidikan Paulo Freire di SMP Negeri 26 Banjarmasin
Berdasarkan pandangan
narasumber pertama, Bapak Rudi Hasbi menjelaskan bahwa konsep Pendidikan
Pembebasan yang diusung oleh Paulo Freire memiliki relevansi yang kuat dengan
proses pembelajaran di SMPN 26 Banjarmasin. Dalam konteks kegiatan belajar
mengajar di sekolah tersebut, banyak pendidik yang sudah menerapkan
pembelajaran kritis dan dialogis, dua aspek utama dari pendidikan pembebasan.
Model pembelajaran kritis diterapkan sebagai respons terhadap dorongan
globalisasi dan perkembangan teknologi. Hal ini diperlukan agar peserta didik
dapat aktif berpikir kritis, menghindarkan mereka dari salah pengertian dalam
menerima sumber ilmu. Dorongan ini menciptakan suasana pembelajaran yang
dinamis dan responsif terhadap perubahan.
SMP Negeri 26 Banjarmasin juga menggunakan pendekatan pembelajaran
dialogis, yang merupakan salah satu aspek utama dalam pendidikan pembebasan
menurut Freire. Pendekatan ini dianggap memberikan semangat dan kebebasan
kepada peserta didik, tetapi tetap memperhatikan komponen-komponen
pembelajaran. Dalam konteks ini, pendidikan pembebasan dirancang untuk
memberikan ruang kepada peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses
pembelajaran, seperti berdiskusi kelompok.
Menurut narasumber pula, banyak peserta didik di SMPN 26 Banjarmasin yang
memanfaatkan waktu luang untuk menjadi tutor sebaya dan mampu menyelesaikan
tugas berkelompok tanpa adanya penundaan. Hal ini mencerminkan peningkatan
eksplorasi dan kemampuan berpikir peserta didik, yang merupakan hasil positif
dari penerapan konsep pendidikan pembebasan.
Relevansi pendidikan pembebasan dengan Kurikulum Merdeka juga terlihat
dalam peningkatan proaktifitas peserta didik. Mereka memiliki peran aktif dalam
proses pembelajaran, seperti yang terwujud dalam kegiatan diskusi dan tanya
jawab baik dengan sesama peserta didik maupun dengan pendidik. Ini menunjukkan
adanya peningkatan yang diharapkan dari sudut pandang pendidik.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa konsep Pendidikan Pembebasan
Paulo Freire memiliki relevansi yang signifikan dengan realitas pembelajaran di
SMPN 26 Banjarmasin, dan penerapannya memberikan dampak positif terhadap
partisipasi dan keterlibatan aktif peserta didik dalam proses pendidikan.
4.2.2 Faktor Implementasi Konsep Pendidikan
Paulo Freire di SMP Negeri 26
Banjarmasin
Faktor-faktor yang mendukung implementasi Konsep Pendidikan Pembebasan di
SMP Negeri 26 Banjarmasin, sebagaimana dinyatakan oleh narasumber pertama,
Bapak Rudi Hasbi, maupun narsumber kedua, Ibu Erna Sudriastuti, dapat menggambarkan
relevansi pandangan Paulo Freire mengenai pendidikan pembebasan dengan sekolah
terkait. Faktor-faktor tersebut dijelaskan sebagai berikut.
Pertama, Komitmen Guru dan Kepala Sekolah. Freire menekankan
pentingnya komitmen tinggi dari para pendidik dalam menerapkan konsep pendidikan
pembebasan. Di SMP Negeri 26 Banjarmasin, komitmen tinggi dari guru dan kepala
sekolah terhadap pendidikan pembebasan menjadi faktor pendorong utama. Hal ini
sesuai dengan pandangan Freire bahwa pendidik harus memiliki tekad kuat sebagai
pendorong implementasi konsep ini.
Kedua, Partisipasi Peserta Didik dengan Latar Belakang Ekonomi
Menengah hingga Bawah. Freire menekankan pentingnya pemberdayaan peserta didik,
terutama yang berasal dari latar belakang ekonomi rendah. Di SMP Negeri 26
Banjarmasin, sekitar 70% peserta didik berasal dari keluarga sederhana, tetapi
hal ini tidak mengurangi minat belajar mereka. Pihak sekolah membantu dalam
penanganan kendala perekonomian, termasuk pengurusan dokumen untuk mendapatkan
KIP.
Ketiga, Hubungan Guru dan Murid yang Mempunyai Latar Belakang
Beragam. Freire menyoroti pentingnya memahami latar belakang peserta didik yang
beragam. Bapak Rudi Hasbi, menyatakan bahwa hubungan guru dan murid di SMP
Negeri 26 Banjarmasin tidak mengikat satu sama lain. Guru bisa memosisikan diri
sesuai dengan kebutuhan peserta didik yang memiliki latar belakang berbeda.
Keempat, Peran Guru sebagai Orang Tua, Kakak, atau Teman. Freire
mengakui pentingnya hubungan antara guru dan peserta didik yang memanusiakan.
Pendekatan guru sebagai orang tua, kakak, atau teman sebaya sesuai dengan ide
bahwa pendidikan harus merangkul perbedaan latar belakang peserta didik.
Kelima, Kemitraan dengan Komunitas dan Layanan Masyarakat. Freire
menekankan pada pentingnya keterlibatan komunitas dalam pendidikan. Adanya
kemitraan dengan komunitas dan layanan masyarakat di SMP Negeri 26 Banjarmasin
mencerminkan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan peserta didik, sesuai
dengan semangat pembebasan Freire.
Dengan demikian, faktor-faktor tersebut memberikan gambaran bahwa SMP Negeri 26 Banjarmasin mengakomodasi konsep Pendidikan Pembebasan Paulo Freire dalam praktik pendidikan mereka dengan relevansi yang jelas terhadap kondisi dan kebutuhan peserta didik serta masyarakat di sekitarnya.
4.2.3 Penerapan Sistem Full Day School di
SMP Negeri 26 Banjarmasin
Pelaksanaan sistem Full Day School di SMP Negeri 26 Banjarmasin
memiliki dampak yang signifikan, sebagaimana diungkapkan oleh
narasumber-narasumber yang berpartisipasi dalam wawancara sebagai berikut.
1.
Efektivitas penerapan
sistem ini Full Day School di SMP Negeri 26 Banjarmasin
Menurut Bapak Rudi Hasbi, sistem Full Day School dapat melatih
siswa untuk tetap fokus dalam belajar dalam jangka waktu yang lama. Namun,
tantangan muncul pada jam terakhir KBM. Untuk mengatasinya, pengajar mengajak
siswa melakukan pembelajaran di luar ruangan dengan metode yang lebih menarik
seperti tanya jawab atau kuis.
Tantangan Terkait Stamina dan Kapabilitas Energi Peserta Didik, Bapak
Rudi Hasbi menyebutkan bahwa tidak semua peserta didik memiliki stamina dan
kapabilitas energi yang mencukupi untuk tetap fokus sepanjang jam belajar.
Adanya keluhan peserta didik terkait potensi kelelahan fisik dan mental menjadi
kendala utama, terutama bagi yang memiliki kewajiban di luar sekolah seperti
bimbingan belajar dan aktivitas ekstrakurikuler.
Tekanan Tambahan pada Guru dan Kesulitan bagi Siswa dengan Kebutuhan
Khusus, Ibu Erna Sudriastuti menyoroti tekanan tambahan yang dirasakan oleh
guru yang harus menjalankan proses pembelajaran sepanjang hari. Sistem ini
dapat meningkatkan risiko kelelahan dan memberikan kesulitan tambahan bagi
siswa dengan kebutuhan khusus karena latar belakang siswa yang berbeda-beda.
Oleh karena itu, evaluasi dan penyesuaian perlu dilakukan secara cermat.
Adapun, Mega Agustina, sebagai narasumber ketiga, memberikan
perspektifnya terhadap sistem Full Day School. Menurutnya, waktu
pembelajaran yang lebih luas meskipun melelahkan karena belum lagi perlu
mengerjakan tugas tambahan. Namun, sistem ini memberikan keleluasaan bagi siswa
dalam bersosialisasi dan mendalami materi pelajaran.
2.
Alasan Sistem Full
Day School diterapkan di SMP Negeri 26 Banjarmasin
Berdasarkan hasil wawancara,
terdapat beberapa alasan yang mendasari penerapan sistem Full Day School di SMP
Negeri 26 Banjarmasin sebagai berikut.
1)
Peningkatan Pemahaman dan
Keterampilan Siswa
Menurut
pendapat Bapak Rudi Hasbi menekankan bahwa Full Day School membantu
siswa untuk mendalami minat, bakat, dan keterampilan mereka. Waktu pembelajaran
yang lebih panjang memungkinkan siswa benar-benar menguasai topik tertentu,
meningkatkan pemahaman konsep-konsep pelajaran, dan mengembangkan keterampilan
sosialisasi.
2)
Manajemen Waktu yang Lebih
Efisien
Menurut pendapat
Ibu Erna Sudriastuti juga menyebutkan bahwa Full Day School membantu siswa
mengelola waktu secara lebih efisien. Dengan waktu pembelajaran yang lebih
panjang, siswa memiliki lebih sedikit waktu luang yang tidak produktif di luar
jam sekolah.
3)
Variasi Pembelajaran dan
Kesempatan Sosialisasi
Adapun menurut
pendapat Mega Agustina, siswa dapat menggunakan waktu lebih lama untuk mendapatkan
variasi dalam pembelajaran dan kesempatan bagi siswa untuk bersosialisasi
dengan baik. Ini dapat meningkatkan motivasi dan keterlibatan siswa dalam
proses pembelajaran.
Dengan demikian, penerapan sistem Full Day School di SMP Negeri 26 Banjarmasin memiliki efektivitas yang terlihat melalui peningkatan pemahaman dan keterampilan siswa, manajemen waktu yang lebih efisien, serta variasi pembelajaran dan kesempatan sosialisasi. Meskipun demikian, tantangan terkait kelelahan fisik, tekanan pada guru, dan kesulitan bagi siswa dengan kebutuhan khusus perlu diatasi melalui evaluasi dan penyesuaian yang cermat.
4.2.4 Relevansi Kurikulum dengan Konsep Pendidikan
Paulo Freire di SMP Negeri 26 Banjarmasin
Pada masa sekarang, SMP Negeri
26 Banjarmasin telah mengadopsi dua kurikulum utama, yaitu Kurikulum 2013
(K-13) diterapkan untuk kelas 8 dan kelas 9, sedangkan Kurikulum Merdeka
diterapkan untuk kelas 7. Penerapan Kurikulum 2013 dan Kurikulum Merdeka
di SMP Negeri 26 Banjarmasin menunjukkan ketepatan dalam mengintegrasikan
konsep pendidikan pembebasan ala Paulo Freire. Menurut Bapak Rudi Hasbi, kedua
kurikulum ini memberikan ruang untuk menerapkan prinsip-prinsip pendidikan
pembebasan dalam kegiatan pembelajaran.
Pertama, Kurikulum 2013 menekankan partisipasi aktif siswa
sebagai elemen kunci dalam pendidikan pembebasan. Metode interaktif dan
dialogis, memberikan peluang kepada siswa untuk terlibat dalam diskusi dan
analisis kritis terhadap isu-isu sosial. Di sisi lain, Kurikulum Merdeka
mendukung pembelajaran berbasis pengalaman melalui projek penelitian, kunjungan
lapangan, atau simulasi kehidupan nyata, memungkinkan siswa memahami realitas
sosial dan ekonomi dengan lebih dalam.
Kedua, dalam pemilihan materi pembelajaran kritis, baik
Kurikulum 2013 maupun Kurikulum Merdeka mendorong guru untuk memilih literatur,
artikel, atau film yang dapat menantang siswa untuk berpikir kritis tentang
ketidaksetaraan, keadilan, dan hak asasi manusia.
Ketiga, dalam konteks kegiatan refleksi dan dialog, kedua
kurikulum memberikan dukungan untuk platform diskusi terbuka dan saling
menghargai pendapat. Pentingnya refleksi kritis dan dialog diangkat sebagai
aspek penting dalam pendidikan pembebasan, di mana guru dapat menerapkan
kegiatan refleksi kelompok atau dialog interaktif, memberikan siswa kesempatan
untuk memahami dan mengkritisi realitas mereka sendiri.
Terakhir, pemberdayaan siswa melalui projek kolaboratif menjadi
fokus, di mana guru dapat merancang projek yang memungkinkan siswa
mengidentifikasi masalah sosial dan menciptakan solusi bersama. Melibatkan
orang tua dan masyarakat dalam proses pembelajaran juga menjadi perhatian,
sesuai dengan pendekatan pendidikan pembebasan Paul Freire.
Dengan demikian, penerapan Kurikulum 2013 dan Kurikulum Merdeka di SMP
Negeri 26 Banjarmasin relevan dengan konsep pendidikan pembebasan ala Paulo
Freire, menghasilkan lingkungan pembelajaran yang responsif terhadap
perkembangan siswa dalam konteks sosial, kritis, dan pemberdayaan.
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di SMP Negeri 26 Banjarmasin,
dapat disimpulkan bahwa implementasi Kurikulum 2013 dan Kurikulum Merdeka, yang
mengintegrasikan konsep pendidikan pembebasan ala Paulo Freire, telah
memberikan dampak positif pada kualitas pembelajaran dan perkembangan kritis,
kreatif, serta komunikatif siswa. Relevansi konsep Pendidikan Paulo Freire
terlihat melalui penerapan metode kritis, dialogis, dan pembelajaran berbasis
pengalaman, yang semuanya berkontribusi pada keterlibatan aktif siswa dalam
proses pendidikan.
Faktor-faktor pendukung implementasi konsep pendidikan pembebasan,
seperti komitmen tinggi guru dan kepala sekolah, partisipasi peserta didik
dengan latar belakang ekonomi menengah hingga bawah, hubungan guru dan murid
yang memahami latar belakang beragam, peran guru sebagai figur yang manusiawi,
dan kemitraan dengan komunitas, semuanya menciptakan lingkungan pembelajaran
yang responsif dan inklusif.
Penerapan sistem Full Day School juga memberikan dampak positif,
terutama dalam melatih siswa untuk fokus belajar dalam jangka waktu yang lebih
lama, meningkatkan pemahaman konsep, dan efisiensi manajemen waktu. Namun,
tantangan terkait kelelahan fisik, tekanan pada guru, dan kesulitan bagi siswa
dengan kebutuhan khusus perlu diperhatikan dengan evaluasi dan penyesuaian yang
cermat.
Penggunaan Kurikulum 2013 dan Kurikulum Merdeka, dengan fokus pada partisipasi aktif siswa, pemilihan materi kritis, kegiatan refleksi dan dialog, serta pemberdayaan siswa melalui proyek kolaboratif, mencerminkan relevansi yang kuat dengan konsep pendidikan pembebasan Paulo Freire. Ini menciptakan lingkungan pembelajaran yang responsif terhadap perkembangan siswa dalam konteks sosial, kritis, dan pemberdayaan.
Secara keseluruhan, SMP Negeri 26 Banjarmasin telah berhasil
menciptakan lingkungan pendidikan yang mengakomodasi prinsip-prinsip pendidikan
pembebasan Paulo Freire melalui integrasi Kurikulum 2013 dan Kurikulum Merdeka
serta penerapan sistem Full Day School. Dengan terus memperhatikan tantangan
dan melakukan penyesuaian yang diperlukan, sekolah ini dapat terus meningkatkan
efektivitas pendidikan yang memberdayakan dan membebaskan siswa.
5.2
Saran
Berdasarkan
hasil observasi yang dilakukan di SMP Negeri 26 Banjarmasin, terdapat beberapa
saran yang dapat diberikan sebagai berikut.
Kepada
Tenaga Pendidik: disarankan untuk terus mendorong partisipasi aktif siswa dalam
diskusi dan analisis kritis terhadap isu-isu sosial perlu dipertahankan,
seiring dengan pemanfaatan metode interaktif dan dialogis. Serta, terus
mengembangkan inovasi pembelajaran berbasis pengalaman untuk memperkaya
pengalaman belajar siswa.
Kepada
Peneliti Selanjutnya: diharapkan dapat mendalam ke aspek-aspek spesifik dari
penerapan konsep pendidikan pembebasan di SMP Negeri 26 Banjarmasin. Fokus pada
dampak langsung terhadap perkembangan siswa, dinamika hubungan guru-murid, dan
kelebihan-kekurangan strategi pembelajaran yang diterapkan akan memberikan
gambaran yang lebih komprehensif. Selain itu, penelitian bisa melibatkan
evaluasi mendalam terhadap keberlanjutan dan peningkatan yang dapat
diimplementasikan.
Kepada
Pembaca: disarankan untuk mengambil inspirasi dari praktik pendidikan
pembebasan di SMP Negeri 26 Banjarmasin untuk memperkaya pendekatan
pembelajaran di sekolah lain atau konteks pendidikan mereka sendiri. Pemahaman
mendalam terhadap konsep Paulo Freire dapat menjadi dasar bagi inovasi dalam
meningkatkan kualitas pendidikan. Penting juga bagi pembaca untuk terus
mengikuti perkembangan penelitian di bidang ini guna mendapatkan wawasan yang
lebih luas.
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah, R. (2017). Analisis Teori Dehumanisasi
Pendidikan Paulo Freire. Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam, 1-21.
Baharum, H. &. (2018). Pendidikan
Full Day School dalam Perspektif Epistemologi Muhammad 'Abid Al-Jabiri. POTENSIA:
Jurnal Kependidikan Islam, 1-22.
Bahri, S. (2017). Pengembangan Kurikulum
Dasar Dan Tujuannya. Jurnal Ilmiah Islam Futura, 17-34.
Fujiawati, F. S. (2016). Pemahaman Konsep
Kurikulum Dan Pembelajaran Dengan Peta. Jurnal Pendidikan Dan Kajian Seni,
16-28.
KEMENDIKBURISTEK, A. A. (2022). Kurikulum
untuk Pemulihan Pembelajaran. Jakarta: Badan Standar, Kurikulum, dan
Asesmen Pendidikan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Republik Indonesia.
Madhakomala, d. (2022). Kurikulum Merdeka
dalam Perspektif Pemikiran Pendidikan Paulo Freire. At-Ta'lim: Jurnal
Pendidikan, 162-172.
Majid, A. (2014). Implementasi
Kurikulum 2013. Bandung: Interes.
Mansur, H.
d. (2023). Pengantar Pendidikan Memaknai Perspektif Para Ahli.
Banjarmasin: Nizamia Learning Center.
Mansyur, M. H. (2014). Paulo Freire:
Bapak Pendidikan Kritis. Jakarta: Prenadamedia Group.
Maufur, H. F. (2009). Sejuta jurus
mengajar mengasyikkan. Semarang: PT Sindur Press.
Nasution, S. (1989). Kurikulum dan
Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Setyawan, F. d. (2021). Analisis Kebijakan
Pendidikan Full Day School di Indonesia. Jurnal Pendidikan, 369-376.
Siregar, L. Y. (2017). Full Day School
sebagai Penguatan Pendidikan Karakter. FIKROTUNA: Jurnal Pendidikan dan
Manajemen Islam, 311.
Soetjiningsih. (2014). Tumbuh Kembang
Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
Suardi, M. (2018). Belajar dan
Pembelajaran. Yogyakarta: Deepublish.
Sujianto, A. E. (2015). Penerapan Full
Day School dalam Lembaga Pendidikan Islam. Jurnal Pendidikan Ta'lim, 28.
Yunailis, M. (2019). Kajian Teori Humanistik
Maslow Dalam Kurikulum 2013. Jurnal Kependidikan Islam, 92-94.
LAMPIRAN
Surat Pengajuan
Perizinan Observasi ke SMP Negeri 26 Banjarmasin
Surat Resmi Perizinan
Observasi ke SMP Negeri 26 Banjarmasin
Tampak Depan SMP
Negeri 26 Banjarmasin
Denah Tanah dan
Bangunan SMP Negeri 26 Banjarmasin
Proses Wawancara
bersama Bapak Rudi Hasbi, S. Pd.
Proses Wawancara
bersama Ibu Erna Sudriastuti, S. Pd.
Wawancara bersama
Siswi SMP Negeri 26 Banjarmasin
Proses Kegiatan
Belajar-Mengajar di SMP Negeri 26 Banjarmasin
Proses Kegiatan
Belajar-Mengajar di SMP Negeri 26 Banjarmasin
Gerbang SMP Negeri 26
Banjarmasin
Bangunan SMP Negeri
26 Banjarmasin
Bangunan SMP Negeri
26 Banjarmasin
Bangunan SMP Negeri
26 Banjarmasin
Bangunan SMP Negeri
26 Banjarmasin
Kantin SMP Negeri 26
Banjarmasin
Fasilitas lainnya
Komentar
Posting Komentar